"Organisasi Pelajar penting menikmati banyaknya tantangan. Tantangan yang ada bisa jadi vitamin bila bisa dikelola agar menjadi peluang. Tantangan dan peluang tersebut justru akan membuat diri kita menjadi tangguh, unggulan dan tidak mudah menyerah," kata Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dalam keterangannya diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itu telah dicontohkan oleh bapak-bapak bangsa saat mereka masih belajar atau kuliah di luar negeri seperti di Belanda maupun Mesir.
HNW menceritakan pengalaman dirinya yang pernah kuliah di di Madinah, Arab Saudi. Saat itu, ia aktif dalam organisasi pelajar Indonesia, juga mengalami berbagai macam tantangan seperti yang dialami oleh PII Mesir.
Kekurangan fasilitas yang ada menurutnya tidak menjadi halangan dan beban bila pelajar berorganisasi dilandasi dengan kesukaan, kerelaan, pengabdian dan profesionalisme, dan peduli terhadap masa depan umat dan bangsa.
"Saat di Madinah, dalam beraktivitas organisasi, kami juga menghadapi banyak keterbatasan dan tantangan. Tapi itu tidak kami jadikan sebagai penghalang, malah jadi penyemangat. Sehingga di sana saya tetap bisa aktif berorganisasi, berdakwah, dan berolahraga tanpa melupakan sukses studi juga," ucapnya.
Baca juga: MPR: Pemuda muslim tidak boleh tercerabut dari akar sejarah bangsa
Baca juga: Wakil Ketua MPR: UU tentang Sumbar tidak menegasikan keragaman
Dia mengatakan yang diperlukan generasi muda saat ini adalah agresifitas, mobilitas, totalitas, dan intelektualitas. Segala kesulitan dan biaya yang tak murah harus menghasilkan pelajar Indonesia dengan kualitas yang lebih tinggi dari kalau belajar di dalam negeri.Baca juga: MPR: Pemuda muslim tidak boleh tercerabut dari akar sejarah bangsa
Baca juga: Wakil Ketua MPR: UU tentang Sumbar tidak menegasikan keragaman
Kader PII sesuai namanya, kata dia harus mempunyai nilai lebih dibanding dengan kader organisasi pelajar dan mahasiswa lainnya. Kader organisasi itu harus menunjukkan keislaman dan keintelektualannya dan keberpihakan-nya kepada bangsa dan negara Indonesia.
"Sebagaimana dicontohkan pada masa sebelum Indonesia merdeka sudah banyak pelajar dari Indonesia yang kuliah di Mesir. Mereka di sana juga mengalami banyak tantangan, namun ia tetap bisa menjalankan keintelektualitas-nya," tuturnya.
Pelajar-pelajar Islam yang di Mesir pada saat perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia seperti Kahar Mudzakkir maupun Saridi (Rasyidi) kerap menulis dan mempublikasikan perjuangan Bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaannya.
Dan lewat tulisan-tulisan itulah, Bangsa Arab seperti Mesir dan lain-lainnya banyak tahu tentang perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.
“"Dari sinilah Mesir dan beberapa negara Arab menjadi yang pertama mendukung kemerdekaan Indonesia. Dukungan Mesir atas kemerdekaan Indonesia itulah yang membuat hubungan Indonesia-Mesir tercatat dalam sejarah emas kedua negara,"" ujarnya.
Peran-peran penting dan sukses sebagai organisator, aktivis pembela bangsa dan intelektual seperti yang dicontohkan oleh alumni-alumni Kairo Mesir seperti Kahar Mudzakkir, Rasyidi dan lain-lainnya menurut dia penting dilanjutkan.
"Dan dihadirkan kembali, dan terus menerus oleh pelajar dan Mahasiswa Islam Indonesia di Mesir, dengan tetap mengantisipasi perkembangan zaman dengan generasi milenial, Z dan Alpha. Itulah medan juang mereka sekarang dan saat yang akan datang," katanya.