"Jika nantinya Indonesia kalah atau harus kembali membuka keran ekspor nikel, masih banyak hal yang dapat dilakukan agar hilirisasi terus berjalan. Indonesia tidak akan dengan mudah mengekspor bijih nikel yang saat ini menjadi incaran berbagai negara," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Rizal mengungkapkan Indonesia diberi kelebihan sumber daya yang ada, sehingga potensi itu wajib digunakan secara maksimal untuk kemajuan bangsa dan negara.
"Apapun keputusan WTO nanti yang paling harus dijaga adalah kepastian terhadap investasi yang ada saat ini. Pemerintah harus mengamankan rantai pasok bijih nikel terhadap industri yang telah dan akan tumbuh, yakni pabrik peleburan (smelter) dan pemurnian (refinery)," kata Rizal.
Selain meningkatkan tarif ekspor, pemerintah juga dapat mengatur jumlah produksi melalui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pemegang izin pertambangan. Kementerian ESDM dapat membatasi produksi guna menjaga umur cadangan nikel dalam negeri.
Baca juga: Presiden Jokowi tak permasalahkan bila RI kalah gugatan WTO soal nikel
Hilirisasi nikel yang telah berjalan harus mendapatkan jaminan bahwa pabriknya tidak akan kekurangan pasokan.
Rizal menuturkan bahwa tuntutan dari Uni Eropa juga harus menyadarkan pemerintah akan kepastian dan kenyamanan berinvestasi. Indonesia, telah mengeluarkan berbagai izin kepada para investor, namun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan di lapangan.
Tidak jarang, izin yang telah diterbitkan tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada dukungan di daerah. Kepastian hukum terhadap izin pun terkadang menjadi pertanyaan tersendiri.
Baca juga: Kemenperin cetak SDM handal bidang alat berat, dukung hilirisasi nikel
"Intinya, para investor hadir karena kenyamanan dan keinginan, bukan keterpaksaan,” ujar Rizal.
Saat ini, aktivitas pembangunan pabrik nikel berteknologi pyrometallurgy kian masif, di satu sisi menimbulkan kekhawatiran terhadap cadangan nikel kadar tinggi.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, jika eksplorasi lanjutan tidak dilakukan, serta cadangan tidak bertambah, cadangan hanya akan dapat mensuplai kebutuhan pabrik sekitar tujuh tahun saja.
Apabila keran ekspor dibuka, hal itu justru membahayakan karena terkait keberlangsungan industri berbasis nikel yang sudah berjalan baik di Indonesia mengingat kegiatan hilirisasi nikel telah memberikan efek berganda yang besar berupa peningkatan devisa, peningkatan pendapatan domestik bruto, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan negara dan daerah.