Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Haji Yahya Cholil Staquf menegaskan dukungannya kepada institusi Kepolisian Republik Indonesia yang sedang menghadapi berbagai masalah.

"PBNU tetap akan berada di belakang Kepolisian Republik Indonesia," kata Ketua Umum PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Gus Yahya (sapaan akrab Ketua Umum PBNU) mengatakan semua lembaga pasti ada masalahnya sehingga meninggalkan institusi Polri hanya akan memperburuk situasi di negeri ini.

"Polri juga berat masalahnya, tapi kita tidak mungkin meninggalkan Polri," ujarnya.

Meskipun Polri sedang menghadapi berbagai masalah, lanjut Gus Yahya, semua pihak harus terus mendukung. PBNU menegaskan akan tetap berada di belakang Polri.

Menurut ia, setiap negara termasuk Indonesia membutuhkan polisi yang solid, kuat dan harus didukung penuh oleh segenap elemen bangsa.

"Kalau Polri kita tinggal maka negara ini akan hancur. Semua memang ada masalahnya, tapi kita tetap harus berada di belakang Polri, termasuk berada di belakang negara ini," ujarnya.

Gus Yahya mengatakan sebagai organisasi yang turut dalam mendirikan Indonesia, NU juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan NKRI.

Pada Agustus 2022, lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei persepsi publik terhadap Polri setelah mencuatnya kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo.

Hasil survei tersebut menunjukkan terjadi penurunan kepercayaan masyarakat kepada institusi Bhayangkara setelah peristiwa pembunuhan Brigadir J.

Survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan pada Mei 2022 kepercayaan masyarakat kepada Polri berada pada angka 66,7 persen, namun pada Agustus 2022 atau setelah kasus pembunuhan Brigadir J muncul ke publik, kepercayaan masyarakat turun menjadi 54,4 persen.

Survei tersebut juga mengukur kepercayaan publik pada polisi dalam penuntasan kasus pembunuhan Brigadir J.