Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA., menyebut setidaknya ada empat pekerjaan rumah yang harus segera dilakukan Abdullah Azwar Anas setelah dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada Rabu (7/9).

"Yang pertama, penataan sumber daya manusia (SDM) terutama ASN di kementerian/lembaga agar menjadi ASN yang adaptif, profesional, kompetitif dan berwawasan global," kata Hermanto di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis, menanggapi pelantikan Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas.

Azwar Anas yang sebelumnya menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menggantikan Tjahjo Kumolo yang meninggal dunia pada 1 Juli 2022.

Menurut Hermanto, persoalan nyata di depan mata, yakni bagaimana mengawal keputusan pemerintah yang tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB Nomor B/165/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dengan adanya kebijakan itu, lanjut Hermanto, pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023 dan akan menentukan nasib 400.000 tenaga honorer yang di antaranya ada sekitar 120.000 tenaga pendidik, 4.000 tenaga kesehatan, dan 2.000 tenaga penyuluh.

"Dan itu membutuhkan formula jalan tengah yang harus solutif dan tidak menjadi masalah baru di kemudian hari," ucap dosen administrasi publik FISIP Universitas Jember itu.

Pekerjaan rumah kedua yang perlu dilakukan Menteri Azwar Anas adalah penataan kelembagaan menuju birokrasi yang ramping, lincah, terintegrasi dan berbasis elektronik - digital bureaucracy.

"Persoalan yang perlu menjadi perhatian adalah penerapan pemangkasan jabatan eselon di lingkup pemerintahan, kebijakan itu bertujuan baik, yaitu merampingkan birokrasi dan untuk efisiensi, namun kebijakan ini juga perlu menjadi perhatian terkait dengan jenjang karir ASN yang semakin tidak jelas," tuturnya.

Belum lagi banyak daerah yang masih kebingungan dalam menata ASN yang dari struktural menjadi fungsional, kemudian persoalan lainnya adalah pada penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagai wujud akselerasi e-Government karena selama ini masih banyak proses yang belum terintegrasi.

"Hal itu ditandai masih rendahnya budaya berbagi data dan informasi antar instansi pemerintah dan belum lagi persoalan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) belum menjangkau seluruh instansi, serta lemahnya keamanan data dalam penerapan e-Government," katanya.

Ia mengatakan pekerjaan rumah ketiga, yakni sistem manajemen kinerja instansi pemerintah dalam mendukung pelayanan publik bersih, akuntabel dan melayani.

"Masalah yang perlu menjadi perhatian adalah banyaknya anggaran di kementerian atau lembaga, bahkan pemerintah daerah yang masih boros dan tidak efisien karena manajemen kinerja pemerintah yang masih lemah," ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, juga PR terkait pelayanan publik bukan pada tata kelolanya, namun berkaitan erat dengan perencanaan formasi jabatan yang bertugas sebagai pelayan publik.

Hermanto menjelaskan tugas Menteri Anas keempat ialah mendorong budaya inovasi dan reformasi birokrasi karena kemampuan mantan Bupati Banyuwangi selama dua periode itu di pemerintahan daerah memang sudah teruji.

"Di kementerian/lembaga dan pemda masih memahami inovasi dan reformasi birokrasi hanya sebagai ruang kontestasi daerah untuk mendapatkan penghargaan, bukan bagian budaya yang harus dilakukan untuk menuju birokrasi ideal sebagaimana diharapkan dalam menjalankan pemerintahan," katanya.