Wali Nanggroe siapkan badan khusus untuk pengelolaan hutan Aceh
7 September 2022 21:04 WIB
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar (tengah) saat menjadi pembicara dalam diskusi agenda iklim (tentang peluang baru dalam realitas baru) bersama pihak Federasi Rusia secara virtual, di Aceh Besar, Rabu (7/9/2022). (ANTARA/Rahmat Fajri)
Banda Aceh (ANTARA) - Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al-Haytar menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan sebuah badan khusus berperan untuk mengelola hutan di tanah rencong.
"Kita komit menjaga hutan, karena itu saat ini kami sedang mempersiapkan badan pengelola sumber daya hutan di Aceh," kata Tgk Malik Mahmud, di Aceh Besar, Rabu.
Hal itu disampaikan Tgk Malik Mahmud Al-Haytar saat menjadi pembicara dalam diskusi agenda iklim (tentang peluang baru dalam realitas baru) bersama pihak Federasi Rusia secara virtual, di Aceh Besar.
Pembentukan badan tersebut penting supaya Aceh dapat mengelola hutan secara mandiri terhadap potensi karbon yang diperkirakan mencapai 6 juta ton CO2e (Carbon Dioxide Equivalent) per tahun.
Baca juga: Wali Nanggroe Aceh bahas kerja sama penyelamatan harimau dengan Rusia
Baca juga: CRU Mila giring gajah dari kebun warga ke hutan
Aceh berkomitmen untuk memainkan peran dalam mitigasi perubahan iklim. Misalnya, mendukung beberapa inisiatif sektor swasta untuk proyek REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) yang akan melindungi ratusan ribu hektare hutan dan simpanan karbon yang di kandungnya.
Proyek-proyek itu juga akan berdampak positif pada ekonomi lokal karena akan mempekerjakan banyak komunitas lokal dalam pekerjaan yang diperlukan untuk melindungi, dan bahkan memulihkan hutan kita yang kaya secara biologis.
"Saya telah membuat permohonan khusus kepada kelompok masyarakat sipil di Aceh untuk memperkuat pekerjaan yang telah mereka lakukan untuk melindungi simpanan karbon kita," ujarnya.
Malik menuturkan, semua pihak sangat menyadari adanya dampak perubahan iklim saat ini, di mana musim kemarau dan hujan hampir tak menentu seperti yang terjadi di Aceh saat ini.
Kata Malik, daerah paling ujung Sumatera itu, permukaan lautnya satu meter sehingga mengakibatkan pemanasan global, akan menenggelamkan setidaknya 25 persen dari ibu kota provinsi itu serta membanjiri banyak kota pesisir lainnya.
"Peningkatan curah hujan diprediksi berdasarkan model perubahan iklim saat ini, Aceh akan lebih banyak tanah longsor dan erosi yang dipercepat dari permukaan pegunungan yang menutupi sebagian besar negara bagian kita," kata Malik.
Karena itu, dirinya mengajak semua pihak terutama Pemerintah Aceh untuk dapat mengatasi perubahan iklim tersebut, dengan terus menjaga hutan termasuk satwa-satwa yang dilindungi.
"Hutan kita terutama Leuser masih bagus, maka ini kesempatan kita untuk menjaga agar benar-benar dikelola secara baik," demikian Malik Mahmud.*
Baca juga: BMKG deteksi 14 titik panas di wilayah Aceh, waspada karhutla
Baca juga: Tim Tabur Kejati Aceh menangkap DPO terpidana perusakan hutan
"Kita komit menjaga hutan, karena itu saat ini kami sedang mempersiapkan badan pengelola sumber daya hutan di Aceh," kata Tgk Malik Mahmud, di Aceh Besar, Rabu.
Hal itu disampaikan Tgk Malik Mahmud Al-Haytar saat menjadi pembicara dalam diskusi agenda iklim (tentang peluang baru dalam realitas baru) bersama pihak Federasi Rusia secara virtual, di Aceh Besar.
Pembentukan badan tersebut penting supaya Aceh dapat mengelola hutan secara mandiri terhadap potensi karbon yang diperkirakan mencapai 6 juta ton CO2e (Carbon Dioxide Equivalent) per tahun.
Baca juga: Wali Nanggroe Aceh bahas kerja sama penyelamatan harimau dengan Rusia
Baca juga: CRU Mila giring gajah dari kebun warga ke hutan
Aceh berkomitmen untuk memainkan peran dalam mitigasi perubahan iklim. Misalnya, mendukung beberapa inisiatif sektor swasta untuk proyek REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) yang akan melindungi ratusan ribu hektare hutan dan simpanan karbon yang di kandungnya.
Proyek-proyek itu juga akan berdampak positif pada ekonomi lokal karena akan mempekerjakan banyak komunitas lokal dalam pekerjaan yang diperlukan untuk melindungi, dan bahkan memulihkan hutan kita yang kaya secara biologis.
"Saya telah membuat permohonan khusus kepada kelompok masyarakat sipil di Aceh untuk memperkuat pekerjaan yang telah mereka lakukan untuk melindungi simpanan karbon kita," ujarnya.
Malik menuturkan, semua pihak sangat menyadari adanya dampak perubahan iklim saat ini, di mana musim kemarau dan hujan hampir tak menentu seperti yang terjadi di Aceh saat ini.
Kata Malik, daerah paling ujung Sumatera itu, permukaan lautnya satu meter sehingga mengakibatkan pemanasan global, akan menenggelamkan setidaknya 25 persen dari ibu kota provinsi itu serta membanjiri banyak kota pesisir lainnya.
"Peningkatan curah hujan diprediksi berdasarkan model perubahan iklim saat ini, Aceh akan lebih banyak tanah longsor dan erosi yang dipercepat dari permukaan pegunungan yang menutupi sebagian besar negara bagian kita," kata Malik.
Karena itu, dirinya mengajak semua pihak terutama Pemerintah Aceh untuk dapat mengatasi perubahan iklim tersebut, dengan terus menjaga hutan termasuk satwa-satwa yang dilindungi.
"Hutan kita terutama Leuser masih bagus, maka ini kesempatan kita untuk menjaga agar benar-benar dikelola secara baik," demikian Malik Mahmud.*
Baca juga: BMKG deteksi 14 titik panas di wilayah Aceh, waspada karhutla
Baca juga: Tim Tabur Kejati Aceh menangkap DPO terpidana perusakan hutan
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: