Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan kearifan lokal yang menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia mengajarkan setiap negara yang tergabung dalam G20 menjalankan hidup berkelanjutan.

“Kita sudah setuju untuk menjalankan Sustainable Deveopment Goals (SDGs), maka prinsip ini sudah tidak kita diskusikan. Yang kita diskusikan adalah bagaimana cara untuk sampai ke sana,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dalam Webinar Jalan Budaya untuk Pemulihan Dunia yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Hilmar menuturkan dalam beberapa waktu belakangan ini, manusia seringkali mengambil sumber daya alam yang ada untuk diolah dalam jumlah yang sangat banyak. Namun, diketahui bahwa sepertiga dari pangan yang diproduksi pada akhirnya tidak pernah dikonsumsi.

Akibatnya, kini mulai banyak sumber daya alam menjadi terbatas untuk diolah karena membuat sesuatu yang ternyata tidak pernah terpakai.

Baca juga: Kemendikbudristek: Budaya Indonesia modal besar pemulihan dunia

Baca juga: G20 Orchestra usung kolaborasi hingga kesetaraan gender


Menanggapi sifat serakah tersebut, Hilmar menyebutkan bahwa kearifan lokal yang mengakar di dalam masyarakat Indonesia, dapat mengajarkan sikap baik dalam hidup berdampingan dengan segala makhluk hidup lainnya.

Ia mencontohkan, sistem penangkapan ikan yang ada di Maluku membatasi setiap orang untuk tidak mengambil ikan dalam jumlah yang berlebihan. Hal itu didasari dengan adanya filosofi bahwa ekosistem memerlukan waktu yang lama untuk pulih setelah dilakukan panen.

Ekosistem alam harus selalu dijaga supaya dapat terus menjadi sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di bumi.

“Tentu penerjemahan di masa sekarang, kita bukan ingin kembali ke masa lalu itu, tidak, tetapi dengan prinsip-prinsip seperti ini dengan dukungan sains, dengan dukungan teknologi, saya kira akan bisa menghasilkan satu sistem kehidupan atau penentu kehidupan living hood, yang sustainable, yang berkelanjutan,” katanya.

Salah satu cara pemerintah memperkenalkan kearifan lokal kepada anggota G20 lainnya adalah melalui relief-relief yang terukir indah di Candi Borobudur misalnya.

Dari sanalah Hilmar menyatakan bahwa visi pertemuan Menteri Kebudayaan dalam G20 yang diselenggarakan pada tanggal 13 September 2022 itu, ingin kembali mengangkat nilai-nilai yang bisa dipegang oleh penerus bangsa dalam jangka waktu yang berkepanjangan.

“Banyak sekali yang bisa kita pelajari dari relief Borobudur misalnya, dari tradisi lisan di seluruh Nusantara, seluruh masyarakat adat kita misalnya, dari cara mereka mengelola kehidupan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang sifatnya berkelanjutan, misalnya,” ujarnya.*

Baca juga: Kemendikbudristek: Budaya berperan penting dalam pemulihan ekonomi

Baca juga: Mendikbudristek yakin pertemuan G20 berlanjut ke kerja sama nyata