Legislator dorong penelitian komprehensif terkait pelabelan BPA
7 September 2022 15:30 WIB
Kepala BPOM RI Penny K Lukito saat menyampaikan keterangan dalam agenda Sarasehan Regulasi Pelabelan BPA Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Hotel Shangri-La Jakarta, Selasa (7/6/2022). (ANTARA/Andi Firdaus)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rahmat Handoyo mendorong perlunya penelitian yang komprehensif terkait pelabelan Bisphenol A (BPA).
“Kami mengapresiasi upaya BPOM untuk melindungi kesehatan masyarakat, akan tetapi BPOM hendaknya perlu melakukan penelitian yang komprehensif di dalam negeri. Tak hanya melibatkan peneliti yang pro dengan pendapat BPOM, tetapi peneliti yang tidak sependapat dengan BPOM juga harus dilibatkan,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan sebaiknya bukan hanya penelitian di luar negeri yang digunakan, tetapi juga penelitian di dalam negeri. Dokter harus dilibatkan, begitu juga dengan akademisi, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Jangan serta-merta. Kalau memang BPA ada kaitan langsung dengan penyakit maka aturan itu silakan dibikin, tapi kalau tidak ada kaitan ya jangan atau dikait-kaitkan," terang dia.
Baca juga: Aktivis lingkungan kecewa dengan rencana pelabelan BPA galon
Penelitian yang komprehensif dibutuhkan karena kebijakan ini akan berdampak pada sektor industri dan bisnis.
Ia menjelaskan sebuah kebijakan tidak harus dipaksakan jika tidak sesuai dengan kondisi di dalam negeri.
Ia mencontohkan sikap Presiden Joko Widodo yang beberapa kali tidak memaksakan kehendak ketika rencana aturan yang akan dibuat menimbulkan pro dan kontra yang meluas di kalangan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Lakalena mengatakan hingga saat ini persoalan pelabelan BPA tersebut belum dibahas oleh komisi.
"Ini belum dibahas di komisi. Masih pro dan kontra," kata dia.
Baca juga: Pakar sarankan KPPU berkoordinasi dengan BPOM terkait pelabelan BPA
Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini mengatakan keberadaan sampah plastik di Indonesia saat ini sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diperlukan adalah mengatur bagaimana supaya sampah plastik dari galon sekali pakai tidak semakin membanjiri lingkungan.
"Bagaimana sampah plastik ini atau galon dalam hal ini diatur supaya tidak dibanjiri, galon terus menerus. Sekuat apapun di hilirnya kalau hulunya tidak ada aturan, tentu lingkungan pasti akan terancam dan ini bahaya," kata dia.
Anggia juga prihatin atas beredar iklan-iklan untuk penggunaan air minum dalam kemasan yang berasal dari galon sekali pakai.
"Itu kan mengerikan, banyak data yang menunjukkan itu setiap hari, berapa galon atau sampah plastik minuman ada berapa banyak itu. Itu merusak dan seharusnya dipikirkan dua kali lah harus dievaluasi, dilihat dulu plus minusnya seperti apa," imbuh Anggia.
Baca juga: Apdamindo: Pelabelan BPA tak pengaruhi usaha depot air minum
Baca juga: BPOM: Pelabelan BPA galon guna ulang bentuk perlindungan pemerintah
Baca juga: BPOM telah merampungkan tahap harmonisasi pelabelan kemasan air minum
“Kami mengapresiasi upaya BPOM untuk melindungi kesehatan masyarakat, akan tetapi BPOM hendaknya perlu melakukan penelitian yang komprehensif di dalam negeri. Tak hanya melibatkan peneliti yang pro dengan pendapat BPOM, tetapi peneliti yang tidak sependapat dengan BPOM juga harus dilibatkan,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan sebaiknya bukan hanya penelitian di luar negeri yang digunakan, tetapi juga penelitian di dalam negeri. Dokter harus dilibatkan, begitu juga dengan akademisi, LSM, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Jangan serta-merta. Kalau memang BPA ada kaitan langsung dengan penyakit maka aturan itu silakan dibikin, tapi kalau tidak ada kaitan ya jangan atau dikait-kaitkan," terang dia.
Baca juga: Aktivis lingkungan kecewa dengan rencana pelabelan BPA galon
Penelitian yang komprehensif dibutuhkan karena kebijakan ini akan berdampak pada sektor industri dan bisnis.
Ia menjelaskan sebuah kebijakan tidak harus dipaksakan jika tidak sesuai dengan kondisi di dalam negeri.
Ia mencontohkan sikap Presiden Joko Widodo yang beberapa kali tidak memaksakan kehendak ketika rencana aturan yang akan dibuat menimbulkan pro dan kontra yang meluas di kalangan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Lakalena mengatakan hingga saat ini persoalan pelabelan BPA tersebut belum dibahas oleh komisi.
"Ini belum dibahas di komisi. Masih pro dan kontra," kata dia.
Baca juga: Pakar sarankan KPPU berkoordinasi dengan BPOM terkait pelabelan BPA
Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini mengatakan keberadaan sampah plastik di Indonesia saat ini sudah mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diperlukan adalah mengatur bagaimana supaya sampah plastik dari galon sekali pakai tidak semakin membanjiri lingkungan.
"Bagaimana sampah plastik ini atau galon dalam hal ini diatur supaya tidak dibanjiri, galon terus menerus. Sekuat apapun di hilirnya kalau hulunya tidak ada aturan, tentu lingkungan pasti akan terancam dan ini bahaya," kata dia.
Anggia juga prihatin atas beredar iklan-iklan untuk penggunaan air minum dalam kemasan yang berasal dari galon sekali pakai.
"Itu kan mengerikan, banyak data yang menunjukkan itu setiap hari, berapa galon atau sampah plastik minuman ada berapa banyak itu. Itu merusak dan seharusnya dipikirkan dua kali lah harus dievaluasi, dilihat dulu plus minusnya seperti apa," imbuh Anggia.
Baca juga: Apdamindo: Pelabelan BPA tak pengaruhi usaha depot air minum
Baca juga: BPOM: Pelabelan BPA galon guna ulang bentuk perlindungan pemerintah
Baca juga: BPOM telah merampungkan tahap harmonisasi pelabelan kemasan air minum
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022
Tags: