Banjarmasin (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin mengatakan pemerintah mesti melakukan evaluasi terhadap pos-pos belanja yang dipandang boros.

"Ini menjadi bagian dari upaya menyikapi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang pada akhirnya diambil kebijakannya oleh pemerintah," kata dia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa.

Selain melihat kembali pemborosan pada pos-pos belanja, kata dia, pemerintah juga perlu lebih kuat berusaha menutup potensi kebocoran belanja negara.

Kemudian melakukan penghematan pada pos-pos belanja lainnya dalam APBN, yakni pos yang bisa ditunda seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Muttaqin menyebut dalam situasi daya beli masyarakat belum pulih dari dampak pandemi, sebaiknya pemerintah tetap berusaha menjaga agar harga BBM subsidi tidak mengalami kenaikan.

Namun kebijakan menaikkan harga telah diambil, maka menurut dia, solusi ke depan untuk menanggulangi dampaknya perlu dipikirkan matang oleh pemerintah.

Dia mengatakan, kebijakan menaikkan harga BBM untuk menghemat biaya subsidi mungkin tidak sepadan dengan biaya ekonomi yang dihasilkan berupa pelemahan daya beli masyarakat dan melambatnya laju pemulihan ekonomi di triwulan ke-3 dan ke-4 tahun ini.

Sebab, jika daya beli masyarakat melemah maka permintaan agregat dalam perekonomian juga akan melambat dan mengancam dunia usaha.

Menurut Muttaqin, berkurangnya produksi yang dihasilkan untuk menyesuaikan dengan permintaan konsumen jelas merugikan masyarakat juga.

"Pengurangan produksi pada komoditi yang terdampak pelemahan daya beli masyarakat menyebabkan menurunnya kesempatan kerja. Ini menjadi pukulan balik bagi masyarakat dan ekonomi kita," kata ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.

Baca juga: Pengamat: Ada perbedaan komponen pembentuk harga BBM RI dan Malaysia

Baca juga: Puan Aspirasi tolak kenaikan BBM didengar dan akan disampaikan

Baca juga: Anggota DPR: Pembatasan BBM bersubsidi perlu dipastikan berjalan baik