Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 0,25 persen menjadi 3,75 persen tidak akan berdampak signifikan kepada sektor perbankan.

"Saya kira kenaikan benchmark rate 0,25 persen kita perkirakan tidak akan berdampak signifikan, bank masih priced in kenaikan suku bunga ini," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

OJK menilai spread (selisih) suku bunga dengan biaya masih cukup signifikan. Selain itu, terdapat kecenderungan bagi perbankan untuk melihat situasi perkembangan bisnis nasabahnya.

"Sehingga bisa saja ada situasi bank untuk waktu yang cukup lama mungkin belum merespon terhadap perkembangan suku bunga acuan tersebut," ujarnya.

Baca juga: OJK: Kredit perbankan turun menjadi Rp6.159,33 triliun pada Juli

Meski ada tantangan perekonomian ke depan terkait suku bunga akibat tekanan global yang terkait dengan harga-harga komoditas maupun juga inflasi yang mengancam dunia, OJK optimistis bahwa ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh.

"Walaupun dengan segala tantangan yang kita hadapi, sehingga fungsi intermediasi perbankan itu bisa dikatakan akan terus membaik," tutur dia.

Lebih lanjut, Dian menuturkan bahwa di tengah berbagai tantangan perkembangan global saat ini, kredit perbankan pada Juli 2022 mampu tumbuh 10,71 persen secara tahunan menjadi Rp5.159,3 triliun pada Juli 2022, seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut.

Pertumbuhan kredit perbankan tersebut melebihi proyeksi yang ditetapkan OJK pada awal tahun yang berada pada level 7,5 persen plus minus 1 persen. Begitu juga dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 8,59 persen secara tahunan menjadi sekitar Rp7.564 triliun.

Baca juga: OJK: restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 terus bergerak melandai

Kemudian per Juli 2022, profitabilitas perbankan Indonesia itu berhasil mengumpulkan Net Interest Margin (NIM) pada level 4,72 persen atau meningkat dari bulan Juni sebesar 4,6 persen.

"Walaupun ini sedikit tetapi menunjukkan indikasi bahwa bank kita kita juga bisa dikatakan tingkat keuntungannya masih cukup tinggi," ungkap Dian.

Selain itu, tingkat efisiensi perbankan juga terus menunjukkan perbaikan, tercermin dari rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional atau BOPO sebesar 77,34 persen per Juli, menurun dibandingkan posisi Juni 2022 sebesar 78,46 persen yang menunjukkan efisiensi yang semakin baik.

Adapun rasio kredit bermasalah (NPL) di posisi 2,9 persen. Ini cukup konservatif cukup baik di bawah 5 persen. Sedangkan rasio kecukupan modal (CAR) di level 24,92 persen meningkat dibandingkan posisi bulan Juni 2022 sebesar 24,66 persen.

Baca juga: OJK: Penghimpunan dana di pasar modal capai Rp168,75 triliun

Baca juga: OJK: Kenaikan bunga BI jadi tantangan perbankan dalam salurkan kredit