G20 Indonesia
Farmasi Hijau tawarkan lebih banyak manfaat untuk lingkungan
6 September 2022 16:18 WIB
Tangkapan layar Director of Research & Business Development Dexa Group Dr. Raymond Tjandrawinata saat menyampaikan pemaparan dalam agenda T20 Indonesia Summit yang diikuti dari YouTube T20 Indonesia di Jakarta, Selasa (6/9/2022). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Konsep Farmasi Hijau atau Green Pharmacy menawarkan lebih banyak manfaat bagi lingkungan, industri, hingga petani, kata seorang direktur di perusahaan farmasi Dexa Group.
"Tumbuhan adalah organisme yang sangat bersahabat melindungi kesehatan manusia. Sekarang semakin banyak data bahwa tanaman berguna untuk obat-obatan dan manusia," kata Director of Research & Business Development Dexa Group Dr. Raymond Tjandrawinata saat menyampaikan pemaparan dalam agenda T20 Indonesia Summit yang diikuti dari YouTube T20 Indonesia di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan tanaman juga bertindak di tingkat genomik sebab berguna untuk upaya preventif, promotif, dan kuratif di sektor kesehatan masyarakat.
Namun Farmasi Hijau perlu mengikuti proses modern dari penemuan obat, melalui pengujian pada hewan dan manusia. "Jika tidak, Green Pharmacy tidak akan digunakan oleh dokter dan ditambahkan ke pedoman praktik klinis," katanya.
Raymond mengatakan rantai nilai Farmasi Hijau tidak hanya datang dari produsen, tetapi kembali ke awal, yaitu petani sebagai sumber untuk memperoleh bahan baku.
"Jika berbicara tentang Green Pharmacy dalam jumlah besar, siapa yang akan mendapatkan keuntungan?. Tidak hanya produsen, perusahaan, pasien, dan dokter, tetapi juga para petani yang memiliki kemampuan menanam sesuai dengan praktik agrikultur yang baik," katanya.
Baca juga: Kemenkes: Obat herbal sedang jadi fokus peneliti dan industri dunia
Baca juga: BPOM perkuat pariwisata lewat penyediaan obat dan kosmetik tradisional
Setelah bahan baku diproduksi, kata Raymond, perusahaan farmasi mengolahnya dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan digunakan ke dalam Formularium Nasional sebelum diresepkan untuk pasien.
Dalam Forum bertajuk T20 Indonesia Summit: Strengthening The Role Of The G20 To Navigate The Current Global Dynamics itu Raymond juga mengungkap dampak negatif dari limbah hasil produksi obat berbahan kimia pada risiko paparan manusia melalui makanan dan minuman.
"Misalnya mulai dari riset dan pengembangan manufaktur, distribusi, konsumsi, bahkan hingga pengelolaan limbah, obat-obatan jenis ini memiliki beberapa dampak terhadap lingkungan," katanya.
Contohnya adalah dari air yang terkontaminasi di Hyderabad, India pada 2016. "Hyderabad adalah bagian dari kota di India di mana banyak obat diproduksi, namun memiliki masalah, kontaminasi yang berasal dari produksi dan sintesis produk dari obat-obatan ke dalam air tanah," katanya.
Menurut SeaStats Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat tiga terbawah negara berkategori Enviromentally Friendly karena pengaruh limbah besar obat-obatan.
"Untuk itu, perlu banyak memberikan perhatian dan edukasi kepada masyarakat yang tujuannya adalah kelestarian lingkungan. Perlu dikembangkan program, dan mengajarkan orang tentang lingkungan untuk memengaruhi keyakinan dan nilai-nilai manusia," katanya.
Baca juga: Peneliti IPB: 80 persen tanaman obat dunia ada di Indonesia
Baca juga: Ahli: Puluhan ribu tanaman di Indonesia belum tereksplorasi jadi obat
"Tumbuhan adalah organisme yang sangat bersahabat melindungi kesehatan manusia. Sekarang semakin banyak data bahwa tanaman berguna untuk obat-obatan dan manusia," kata Director of Research & Business Development Dexa Group Dr. Raymond Tjandrawinata saat menyampaikan pemaparan dalam agenda T20 Indonesia Summit yang diikuti dari YouTube T20 Indonesia di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan tanaman juga bertindak di tingkat genomik sebab berguna untuk upaya preventif, promotif, dan kuratif di sektor kesehatan masyarakat.
Namun Farmasi Hijau perlu mengikuti proses modern dari penemuan obat, melalui pengujian pada hewan dan manusia. "Jika tidak, Green Pharmacy tidak akan digunakan oleh dokter dan ditambahkan ke pedoman praktik klinis," katanya.
Raymond mengatakan rantai nilai Farmasi Hijau tidak hanya datang dari produsen, tetapi kembali ke awal, yaitu petani sebagai sumber untuk memperoleh bahan baku.
"Jika berbicara tentang Green Pharmacy dalam jumlah besar, siapa yang akan mendapatkan keuntungan?. Tidak hanya produsen, perusahaan, pasien, dan dokter, tetapi juga para petani yang memiliki kemampuan menanam sesuai dengan praktik agrikultur yang baik," katanya.
Baca juga: Kemenkes: Obat herbal sedang jadi fokus peneliti dan industri dunia
Baca juga: BPOM perkuat pariwisata lewat penyediaan obat dan kosmetik tradisional
Setelah bahan baku diproduksi, kata Raymond, perusahaan farmasi mengolahnya dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan digunakan ke dalam Formularium Nasional sebelum diresepkan untuk pasien.
Dalam Forum bertajuk T20 Indonesia Summit: Strengthening The Role Of The G20 To Navigate The Current Global Dynamics itu Raymond juga mengungkap dampak negatif dari limbah hasil produksi obat berbahan kimia pada risiko paparan manusia melalui makanan dan minuman.
"Misalnya mulai dari riset dan pengembangan manufaktur, distribusi, konsumsi, bahkan hingga pengelolaan limbah, obat-obatan jenis ini memiliki beberapa dampak terhadap lingkungan," katanya.
Contohnya adalah dari air yang terkontaminasi di Hyderabad, India pada 2016. "Hyderabad adalah bagian dari kota di India di mana banyak obat diproduksi, namun memiliki masalah, kontaminasi yang berasal dari produksi dan sintesis produk dari obat-obatan ke dalam air tanah," katanya.
Menurut SeaStats Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat tiga terbawah negara berkategori Enviromentally Friendly karena pengaruh limbah besar obat-obatan.
"Untuk itu, perlu banyak memberikan perhatian dan edukasi kepada masyarakat yang tujuannya adalah kelestarian lingkungan. Perlu dikembangkan program, dan mengajarkan orang tentang lingkungan untuk memengaruhi keyakinan dan nilai-nilai manusia," katanya.
Baca juga: Peneliti IPB: 80 persen tanaman obat dunia ada di Indonesia
Baca juga: Ahli: Puluhan ribu tanaman di Indonesia belum tereksplorasi jadi obat
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: