G20 Indonesia
Kementerian ESDM-IEA luncurkan Peta Jalan NZE Sektor Energi Indonesia
3 September 2022 10:10 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif (kanan) dan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Fatih Birol (kiri) saat peluncuran Peta Jalan NZE 2060 Sektor Energi Indonesia di hadapan peserta sidang Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/9/2022). ANTARA/HO-Humas Kementerian ESDM/pri.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian ESDM bekerja sama dengan International Energy Agency (IEA) meluncurkan Peta Jalan Net Zero Emission (NZE) Sektor Energi Indonesia pada 2060.
Kerja sama tersebut merupakan wujud komitmen Indonesia sebagai bagian dari komunitas global dalam aksi mitigasi perubahan iklim.
"Apresiasi tinggi saya kepada IEA atas hasil kolaborasi dalam pembuatan trajectory aksi mitigasi yang tepat, tidak hanya di sektor listrik, tetapi juga di sektor permintaan," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat peluncuran Peta Jalan NZE 2060 Sektor Energi Indonesia di hadapan peserta sidang Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/9/2022).
Hasil pemodelan Indonesia dan IEA, menurut Menteri Arifin, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, kedua belah pihak telah berhasil mengidentifikasi beberapa aksi mitigasi di antaranya pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada surya, hidro dan panas bumi, penghentian bertahap (phase down) pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas dan carbon, capture, utilization, and storage (CCS/CCUS), konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan bangunan, serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.
Baca juga: Indonesia ajak G20 bantu negara berkembang hadapi krisis energi
Di samping itu, pemerintah menegaskan bahwa tambahan pembangkit listrik setelah 2030 hanya berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
"Mulai 2035 akan didominasi oleh variable renewable energy (VRE), sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada 2049," jelasnya.
Menurut Arifin, teknologi dan inovasi adalah tantangan bersama dalam mewujudkan energi bersih yang lebih mudah diakses dan terjangkau.
"Kerja sama dan solusi teknologi sangat penting untuk mendekarbonisasi sektor dan industri listrik. Kita perlu memprioritaskan penelitian, pengembangan, dan penerapan untuk teknologi generasi berikutnya," tegasnya.
Menteri Arifin pun mengakui dukungan dan kerja sama dunia internasional sangat dibutuhkan.
"Setiap orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan dan akses teknologi dan pembiayaan harus terbuka lebar bagi semua negara," ungkapnya.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi energi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Baca juga: Menteri ESDM: Bali Compact rangkum pendekatan capai emisi nol bersih
Menurut dia, keberadaan peta NZE ini sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.
"Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible, tetapi juga memberikan manfaat," jelas Fatih pada kesempatan sama.
Berdasarkan kajian IEA, ungkapnya, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi di 2030 dari tingkat saat ini.
Dalam laporan terbaru IEA, The IEA's Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia menyebutkan ada tambahan investasi sebesar delapan miliar dolar AS per tahun.
Menurut Fatih, mobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP).
"Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya, akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia," tutur Fatih.
Salah satu potensi sumber energi terbarukan yang menjadi perhatian IEA adalah tenaga surya. "Surya menjadi peluang terbesar di Indonesia. Kami harap lebih banyak diimplementasikan, memiliki (harga) kompetitif, dan project yang menjanjikan," sebut Fatih.
Sementara itu, Direktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menekankan keberadaan peta jalan NZE hasil kolaborasi Indonesia-IEA akan digunakan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan peta jalan NZE Indonesia pada COP26 di Glasgow.
"Kita ingin memastikan bahwa roadmap kita ini bisa berjalan dengan baik, bisa dilaksanakan dari prinsip daya saing. Kami proses transisi ini tidak menurunkan daya saing Indonesia," ujarnya.
Kerja sama tersebut merupakan wujud komitmen Indonesia sebagai bagian dari komunitas global dalam aksi mitigasi perubahan iklim.
"Apresiasi tinggi saya kepada IEA atas hasil kolaborasi dalam pembuatan trajectory aksi mitigasi yang tepat, tidak hanya di sektor listrik, tetapi juga di sektor permintaan," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat peluncuran Peta Jalan NZE 2060 Sektor Energi Indonesia di hadapan peserta sidang Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (2/9/2022).
Hasil pemodelan Indonesia dan IEA, menurut Menteri Arifin, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, kedua belah pihak telah berhasil mengidentifikasi beberapa aksi mitigasi di antaranya pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada surya, hidro dan panas bumi, penghentian bertahap (phase down) pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas dan carbon, capture, utilization, and storage (CCS/CCUS), konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan bangunan, serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.
Baca juga: Indonesia ajak G20 bantu negara berkembang hadapi krisis energi
Di samping itu, pemerintah menegaskan bahwa tambahan pembangkit listrik setelah 2030 hanya berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
"Mulai 2035 akan didominasi oleh variable renewable energy (VRE), sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada 2049," jelasnya.
Menurut Arifin, teknologi dan inovasi adalah tantangan bersama dalam mewujudkan energi bersih yang lebih mudah diakses dan terjangkau.
"Kerja sama dan solusi teknologi sangat penting untuk mendekarbonisasi sektor dan industri listrik. Kita perlu memprioritaskan penelitian, pengembangan, dan penerapan untuk teknologi generasi berikutnya," tegasnya.
Menteri Arifin pun mengakui dukungan dan kerja sama dunia internasional sangat dibutuhkan.
"Setiap orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan dan akses teknologi dan pembiayaan harus terbuka lebar bagi semua negara," ungkapnya.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi energi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Baca juga: Menteri ESDM: Bali Compact rangkum pendekatan capai emisi nol bersih
Menurut dia, keberadaan peta NZE ini sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.
"Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible, tetapi juga memberikan manfaat," jelas Fatih pada kesempatan sama.
Berdasarkan kajian IEA, ungkapnya, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi di 2030 dari tingkat saat ini.
Dalam laporan terbaru IEA, The IEA's Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia menyebutkan ada tambahan investasi sebesar delapan miliar dolar AS per tahun.
Menurut Fatih, mobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP).
"Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya, akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia," tutur Fatih.
Salah satu potensi sumber energi terbarukan yang menjadi perhatian IEA adalah tenaga surya. "Surya menjadi peluang terbesar di Indonesia. Kami harap lebih banyak diimplementasikan, memiliki (harga) kompetitif, dan project yang menjanjikan," sebut Fatih.
Sementara itu, Direktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menekankan keberadaan peta jalan NZE hasil kolaborasi Indonesia-IEA akan digunakan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan peta jalan NZE Indonesia pada COP26 di Glasgow.
"Kita ingin memastikan bahwa roadmap kita ini bisa berjalan dengan baik, bisa dilaksanakan dari prinsip daya saing. Kami proses transisi ini tidak menurunkan daya saing Indonesia," ujarnya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: