Keberhasilan Moskow dalam menjaga nilai ruble tetap kuat --meskipun didera sanksi-- juga telah meningkatkan permintaan Rusia untuk kendaraan bekas berkualitas tinggi dari Jepang.
Kendaraan bekas dari Jepang itu dapat diekspor asalkan nilainya kurang dari 6 juta yen (sekitar Rp646,46 juta).
Total ekspor mobil bekas Jepang ke Rusia mencapai rekor tertinggi sejak Januari 2009, menurut data pemerintah.
Prefektur Toyama, yang telah lama menjadi pusat ekspor kendaraan yang melintasi Laut Jepang ke pelabuhan Vladivostok Rusia, telah mengalami lonjakan khusus dalam pengiriman kendaraan bekas.
Seorang pria Pakistan pengusaha ekspor mobil di kota pesisir Imizu di Toyama, Nawab Ali Behlum (59 tahun), mengatakan "penjualan berkurang banyak" dalam beberapa bulan pertama setelah pasukan Rusia menginvasi Ukraina pada Februari.
Namun, katanya, penjualan dengan cepat meningkat pada April.
Pada April, pemerintah Jepang memberlakukan larangan ekspor barang mewah ke Rusia, termasuk kendaraan seharga lebih dari 6 juta yen, namun membuka pasar untuk kendaraan bekas.
Behlum mengatakan Rusia membeli "hanya mobil kelas atas" di pasar kendaraan bekas berkat nilai ruble yang kuat.
"Dulu, pengiriman kendaraan membutuhkan waktu satu atau dua minggu, tetapi sekarang membutuhkan waktu tiga bulan," kata Behlum. Ia menjelaskan bahwa pasokan kapal kargo tidak dapat mengimbangi lonjakan permintaan mobil dari Rusia.
Menurut data perdagangan dari Kementerian Keuangan, Jepang mengekspor sekitar 17.000 kendaraan bekas ke Rusia pada Juni. Jumlah tersebut adalah hampir setengah dari total ekspor Jepang ke negara tetangganya.
Nilai ekspor kendaraan bekas itu mencapai 19 miliar yen (sekitar Rp2,01 triliun), atau sedikitnya 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan pada Maret.
Pertumbuhan ekspor kendaraan bekas dari Toyama ke Rusia sangat besar, mencapai 13,7 miliar yen pada Juni, yakni naik hampir empat kali lipat dari Maret.
Toyama kemungkinan akan semakin penting karena pelabuhan di prefektur itu adalah tujuan favorit kapal Rusia yang mengisi kekosongan ketika kapal-kapal yang digunakan oleh perusahaan Jepang menghentikan operasi ke Rusia terkait invasi Moskow ke Ukraina.
Katsunori Okamoto, profesor geografi manusia di Institut Teknologi Nasional Toyama College yang memiliki pengetahuan tentang bisnis ekspor mobil bekas, mengatakan ekspor kendaraan bekas ke Rusia merosot setelah Moskow menaikkan pajak impor pada Januari 2009.
Efek yang tersisa dari krisis keuangan global 2007-2008 juga menekan permintaan, ujarnya.
Namun, karena perusahaan asing pembuat mobil menangguhkan operasi pabriknya di Rusia selama perang di Ukraina, masyarakat Rusia tidak dapat membeli kendaraan baru sehingga permintaan kendaraan bekas telah melonjak, kata Okamoto.
Seorang pejabat di Asosiasi Eksportir Kendaraan Bekas Jepang menyebutkan alasan lain orang Rusia membeli kendaraan bekas Jepang.
"Masyarakat Rusia memiliki sejarah tidak memercayai pemerintah atau mata uang mereka, dan memiliki kecenderungan untuk mengubah uang tunai menjadi apartemen, mobil, atau komoditas lain pada saat krisis," kata pejabat tersebut.
Dia mengatakan kecil kemungkinan bahwa mobil Jepang, mengingat reputasi keandalannya, akan turun harganya.
"Sulit untuk membayangkan bahwa ekspor (kendaraan bekas) akan turun tajam (dalam waktu dekat), tetapi situasi politik masih sangat tidak stabil," kata Okamoto, memperingatkan.
Sanksi pemerintah Jepang sejalan dengan sanksi Uni Eropa dan Amerika Serikat. Jika sanksi terhadap Rusia akhirnya diperketat, Tokyo kemungkinan akan mengikuti langkah mereka itu.
Selain itu, sulit juga untuk meramalkan bagaimana perang yang terus berlarut-larut antara Rusia dan Ukaraina akan berakhir.
"Politik memengaruhi bisnis. Saya membayangkan bahwa perusahaan yang terlibat dalam perdagangan mobil bekas selalu siap menghadapi perubahan," ujar Okamoto.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Jepang setujui larangan ekspor mobil mewah ke Rusia
Baca juga: Jepang jatuhkan sanksi kepada Rusia atas tindakannya di Ukraina