Pengamat: Keadilan bagi masyarakat makna strategis bantalan sosial
2 September 2022 21:32 WIB
Tangkapan layar suasana webinar bertajuk “Penyesuaian Harga BBM: Problem atau Solusi” yang disiarkan di kanal YouTube Moya Institute, dipantau dari Jakarta, Jumat (2-9-2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Pengamat isu strategis nasional dan isu politik internasional Prof. Imron Cotan berpandangan bahwa bantalan sosial memiliki makna strategis untuk menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat terkait dengan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).
"Penyesuaian harga BBM bersubsidi bukan hal yang baru karena pemerintah terdahulu juga melakukannya," kata Imron Cotan dalam Webinar Nasional Moya Institute bertajuk Penyesuaian Harga BBM: Problem atau Solusi disiarkan di kanal YouTube Moya Institute, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurut dia, yang penting adalah Pemerintah memastikan bahwa daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh.
Pemerintah meluncurkan bantalan sosial ini bertujuan untuk memastikan daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh oleh penyesuaian harga BBM. Dengan demikian, program tersebut memiliki makna strategis untuk menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Ia menyebutkan bantalan sosial terdiri atas bantuan tunai langsung bertahap kepada masyarakat prasejahtera sebesar Rp600 ribu per keluarga, subsidi upah sebesar Rp600 ribu per pekerja per bulan kepada pekerja yang memiliki gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan, serta subsidi transportasi, termasuk ojek, yang dananya sebesar 2 persen dari dana transfer umum.
Sementara itu, mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof. Bambang Brojonegoro mengatakan bahwa pemberian subsidi BBM tidak menjadi persoalan sepanjang ada keseimbangan dengan program bantuan sosial tepat sasaran sehingga daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh.
"Agar penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak melemahkan daya beli masyarakat bawah, Pemerintah perlu mencegah inflasi harga bahan-bahan pokok, seperti daging, telur, cabai, atau beras," ujar Bambang.
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna mengatakan bahwa negara-negara lain biasa memberikan subsidi. Namun, akibat tekanan berat terhadap APBN saat ini, sebagai dampak dari krisis energi global, penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan sepanjang meningkatkan produktivitas.
Jika Pemerintah tetap merealisasikan penyesuaian harga BBM bersubsidi, menurut dia, harus menyadari bahwa ada golongan masyarakat bawah yang terdampak yang memerlukan perlindungan.
"Sebenarnya menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar juga dapat menjadi pertimbangan Pemerintah agar Indonesia tidak terus-menerus terjebak pada isu yang sama," ucap Mahfudz Siddiq.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan bahwa penyesuaian harga BBM merupakan langkah tepat untuk melindungi rakyat dan perekonomian nasional dari guncangan global karena disrupsi rantai pasok akibat krisis geopolitik.
"Penyesuaian harga BBM bersubsidi bukan hal yang baru karena pemerintah terdahulu juga melakukannya," kata Imron Cotan dalam Webinar Nasional Moya Institute bertajuk Penyesuaian Harga BBM: Problem atau Solusi disiarkan di kanal YouTube Moya Institute, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurut dia, yang penting adalah Pemerintah memastikan bahwa daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh.
Pemerintah meluncurkan bantalan sosial ini bertujuan untuk memastikan daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh oleh penyesuaian harga BBM. Dengan demikian, program tersebut memiliki makna strategis untuk menghadirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Ia menyebutkan bantalan sosial terdiri atas bantuan tunai langsung bertahap kepada masyarakat prasejahtera sebesar Rp600 ribu per keluarga, subsidi upah sebesar Rp600 ribu per pekerja per bulan kepada pekerja yang memiliki gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan, serta subsidi transportasi, termasuk ojek, yang dananya sebesar 2 persen dari dana transfer umum.
Sementara itu, mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Prof. Bambang Brojonegoro mengatakan bahwa pemberian subsidi BBM tidak menjadi persoalan sepanjang ada keseimbangan dengan program bantuan sosial tepat sasaran sehingga daya beli masyarakat lapisan bawah tidak terpengaruh.
"Agar penyesuaian harga BBM bersubsidi tidak melemahkan daya beli masyarakat bawah, Pemerintah perlu mencegah inflasi harga bahan-bahan pokok, seperti daging, telur, cabai, atau beras," ujar Bambang.
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Mukhaer Pakkanna mengatakan bahwa negara-negara lain biasa memberikan subsidi. Namun, akibat tekanan berat terhadap APBN saat ini, sebagai dampak dari krisis energi global, penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan sepanjang meningkatkan produktivitas.
Jika Pemerintah tetap merealisasikan penyesuaian harga BBM bersubsidi, menurut dia, harus menyadari bahwa ada golongan masyarakat bawah yang terdampak yang memerlukan perlindungan.
"Sebenarnya menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar juga dapat menjadi pertimbangan Pemerintah agar Indonesia tidak terus-menerus terjebak pada isu yang sama," ucap Mahfudz Siddiq.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan bahwa penyesuaian harga BBM merupakan langkah tepat untuk melindungi rakyat dan perekonomian nasional dari guncangan global karena disrupsi rantai pasok akibat krisis geopolitik.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: