Jakarta (ANTARA) - Diplomasi lingkungan Indonesia terlihat ketika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya berdiri di depan lampu yang membentuk tulisan G20 Indonesia 2022 menyambut para perwakilan negara-negara anggota G20 dan organisasi internasional.

Dalam pertemuan Joint Environment and Climate Ministers’ Meeting (JECMM) G20 di Nusa Dua, Bali, pada akhir Agustus 2022, politik bebas aktif Indonesia termanifestasi ketika Menteri LHK Indonesia itu menyambut para menteri lingkungan hidup dan iklim, baik dari negara maju maupun berkembang, dengan senyum mengembang.

Semua hal itu dilakukan untuk menghasilkan chair summary berisikan 50 paragraf yang mencakup isu-isu lingkungan hidup dan perubahan iklim, sebuah kesepahaman yang melewati jalan panjang untuk dicapai.

Sebelumnya telah dilakukan tiga kali pertemuan tingkat dirjen yaitu Environment Deputies Meeting and Climate Sustanability Working Group (EDM-CSWG) di Yogyakarta pada Maret 2022 dan Jakarta pada Juni 2022. Pertemuan ketiga dan terakhir EDM-CSWG dilakukan di Bali pada Agustus 2022, tepat sehari sebelum para menteri lingkungan hidup dan iklim G20 bertemu di JECMM.

Dalam ketiga pertemuan itu dibahas tiga isu prioritas yaitu mendukung pemulihan berkelanjutan, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim serta peningkatan mobilisasi sumber daya.

"Perjalanan diskusinya cukup berat mengingat berbagai pandangan dan implikasi kepada kepentingan masing-masing negara anggota," ujar Siti.

Hasilnya adalah beberapa kesepakatan isu lingkungan yang menjadi pembahasan antara lain mengurangi dampak degradasi lahan dan kekeringan, meningkatkan perlindungan, konservasi dan restorasi ekosistem lahan dan hutan berkelanjutan, meningkatkan kerja sama berbagai pihak, serta upaya mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Topik terkait air juga menjadi salah satu isu penting yang kesepakatannya berhasil dicapai yaitu pengelolaan air berkelanjutan secara terintegrasi.

Terdapat juga kesepakatan dalam isu iklim seperti penguatan aksi iklim, peranan penganggaran pemulihan dari dampak pandemi COVID-19 untuk meningkatkan mitigasi dan adaptasi iklim, komitmen mencegah kerugian, dan kerusakan akibat perubahan iklim.

Juga disepakati yaitu meneruskan Glasgow Dialogue, meningkatkan penelitian, inisiatif lokal dan regional untuk penanganan isu iklim, pelibatan grup rentan, serta memperkuat keterlibatan dalam dialog kelautan dan perubahan iklim di UNFCCC.

Dibahas juga mengenai isu pendanaan lingkungan untuk mendorong pendanaan berkelanjutan untuk menghadapi perubahan iklim.

Dalam JECMM, yang dihadiri oleh 362 delegasi baik luring maupun daring, Indonesia memosisikan dirinya sebagai penghubung yang menyampaikan aspirasi negara berkembang kepada negara maju.

Bahkan dalam pembukaan JECMM, Indonesia menyoroti perlunya pendekatan multilateral dalam penanganan isu-isu lingkungan dan iklim untuk memastikan negara maju dan berkembang berada dalam posisi yang setara dengan aspirasi yang harus menjadi pertimbangan.

Oleh karena itu, Presidensi G20 Indonesia juga mengundang untuk kali pertama perwakilan dari organisasi negara-negara di luar G20, seperti Caribbean Community (Caricom) dan Uni Afrika.

"Posisi kita jaga. Indonesia juga menjaga imparsialitasnya, politik bebas aktif, sesuai dengan Undang-Undang Dasar," tutur Siti.

Peran Presidensi G20 Indonesia dalam mendorong kolaborasi dalam isu lingkungan dan iklim juga mendapatkan apresiasi dari komunitas internasional.

Alessandro Modioano sebagai Director General for European and International Affair Italia menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Indonesia dalam G20 untuk mencapai hasil yang ambisius dalam pertemuan tersebut.

Dalam pidatonya sebagai salah satu dari tiga serangkai atau troika G20, bersama Indonesia dan India, dia menyampaikan akan terus mendukung mencapai kesepakatan di dalam forum tersebut.

Pihaknya menyoroti perlunya menyampaikan pesan yang tegas kepada komunitas internasional tentang pentingnya melakukan akselerasi implementasi komitmen yang ada demi menjaga planet yang sehat untuk kemakmuran bersama. Termasuk melakukan pemulihan berkelanjutan dari dampak pandemi COVID-19.

Pencapaian JECMM

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi yang mengetuai pertemuan EDM-CSWG mengatakan bahwa pertemuan tingkat menteri lingkungan hidup dan iklim G20 mengeluarkan dokumen chair summary.

Di dalamnya berisi dua bagian. Pertama merefleksikan situasi perkembangan pelaksanaan termasuk isu-isu geopolitik dan yang kedua adalah hal-hal yang memuat kesepakatan secara umum.

Rangkaian pertemuan EDM-CSWG dan JECMM menghasilkan 50 paragraf untuk elemen lingkungan hidup dan keberlanjutan iklim.

"Jadi di dalam chair summary itu memuat seluruh 50 hal tersebut yang sudah mendapat kesepakatan secara bersama para negara-negara G20," jelasnya ketika ditemui di Bali.

Di dalamnya tidak hanya berisi tentang komitmen baru, tapi juga penegasan komitmen dan upaya-upaya yang akan terus dilanjutkan untuk mendorong agenda pengendalian perubahan iklim dan lingkungan.

Laksmi juga menjelaskan akan dikeluarkan studi-studi yang merupakan hasil kolaborasi anggota G20 termasuk tentang penguatan aksi untuk inisiatif lautan berkelanjutan dan solusi berbasis lautan untuk perubahan iklim.

Menteri-menteri lingkungan hidup dan iklim G20 sendiri menyampaikan keinginan untuk menghasilkan dokumen dengan kekuatan untuk merefleksikan kepemimpinan dan komitmen G20 untuk melakukan hal-hal tersebut.

Indonesia sendiri tidak melupakan pentingnya isu pendanaan berkelanjutan demi memastikan berbagai kesepahaman terkait lingkungan dan iklim itu dapat tercapai.

Dorongan mobilisasi sumber daya pendanaan itu juga merupakan salah satu upaya Indonesia untuk terus memastikan bahwa agenda penanganan perubahan iklim di Tanah Air mendapatkan pendanaan baik dari publik, swasta maupun dari sumber lain.

Isu pemenuhan komitmen pendanaan dari negara maju kepada negara berkembang juga menjadi salah satu sorotan dalam pertemuan JECMM.

Dengan demikian, Presidensi G20 Indonesia didorong agar dapat menjadi momentum untuk menegaskan, mempercepat, sekaligus memperkuat komitmen-komitmen yang sudah ada dari komunitas internasional mewujudkan diplomasi lingkungan yang nyata.

Inisiatif dan peran serta Indonesia dalam serangkaian kegiatan tersebut menunjukkan bahwa negara ini bukan sekadar ingin menjadi tuan rumah yang aktif dalam forum G20. Lebih dari itu, Indonesia juga menegaskan komitmen kuatnya memberikan sumbangan nyata dalam membangun peradaban dunia yang berkelanjutan.