Dialog B20 tekankan transisi energi yang berkeadilan dan inklusif
2 September 2022 12:04 WIB
Dokumentasi. Tangkapan layar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati konferensi pers secara daring terkait keikutsertaan Pertamina pada Dubai Expo yang dipantau di Jakarta, Jumat (18/3/2022). (ANTARA/HO-Pertamina)
Jakarta (ANTARA) - Dialog B20 Indonesia Energy, Sustainability, and Climate Task Force (ESC TF) menekankan pentingnya transisi energi yang berkeadilan dan inklusif.
“B20 ESC TF telah merumuskan tiga rekomendasi yang akan dibahas sebagai tema prioritas yakni mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dan kerja sama Global untuk meningkatkan aksesibilitas energi,” kata Chair of ESC TF Nicke Widyawati dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.
Nicke menuturkan bahwa transisi energi menjadi agenda semua negara dan harus didukung demi tujuan memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Transisi energi tentunya akan mengubah segala hal yang selama ini sudah mapan, mulai dari penggunaan teknologi berbasis bahan bakar fosil, pasar dan produk keuangan,” ujarnya.
Baca juga: Dialog B20-G20 luncurkan cetak biru platform pemberdayaan perempuan
Transisi energi, lanjutnya, harus diarahkan pada green financing, rantai pasok ekonomi dan energi hijau, model bisnis terbaru, tata kelola yang berkelanjutan, hingga pertimbangan ekonomi politik negara dan kawasan.
Ia pun berharap, melalui Presidensi B20-G20, Indonesia bisa mengajak semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan secara etik serta moral bisa memastikan dunia berhasil memenuhi target pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan.
Pada kesempatan yang sama Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani mengatakan selama rentang 2000-2019, biaya sosial dan ekonomi yang dikeluarkan oleh seluruh negara di dunia ini sangat besar terkait emisi gas rumah kaca yang muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil. Dunia sudah kehilangan ratusan miliar dolar AS akibat emisi karbon selama periode tersebut. Untuk itu, B20 ESC TF merekomendasikan sejumlah kebijakan dan tindakan yang harus diambil dalam fase transisi energi ini.
“B20 Indonesia mencoba memberikan jalan keluar dan jembatan penghubung untuk menghindari dampak lebih besar dari perubahan iklim yang mengakibatkan bencana global, termasuk soal kolaborasi pembiayaan mitigasi perubahan iklim,” sebut Shinta.
Baca juga: Chair B20 Indonesia dorong keterlibatan perempuan ke dalam bisnis
Sementara itu Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan transisi energi akan memberikan banyak efek positif bagi ekonomi Indonesia dan dunia. Hilirisasi sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bisa ikut berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi hijau, khususnya untuk industri mobil listrik dan panel surya yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai serta panelnya.
Arsjad mengatakan transisi energi akan meringankan beban APBN yang selama ini tersedot untuk subsidi energi fosil. Untuk mencapai ambisi Net Zero 2030, Indonesia perlu 220 GW kapasitas panel surya sampai tahun 2050 dan saat ini sudah ada regulasi yang mendukung untuk mencapai transisi energi.
“Selain itu, sebagai negara berkembang, kita butuh dukungan pendanaan, capacity building dan teknologi untuk mencapai transisi energi yang inklusif dan berkeadilan,” jelasnya.
Baca juga: ETWG Bali jadi fondasi percepatan transisi energi negara G20
Ia menuturkan bahwa pengembangan industri hijau dan transisi energi penuh tantangan dan hanya bisa tercapai dengan kolaborasi antara publik dan swasta dengan terus menerus menciptakan inovasi dan dukungan regulasi yang baik.
Kadin Indonesia sendiri, lanjutnya, sudah membentuk KADIN Net Zero Hub, platform yang menjadi hub untuk berbagi pengetahuan tentang transisi energi dan membantu sektor bisnis-publik mencapai nol emisi demi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
“B20 ESC TF telah merumuskan tiga rekomendasi yang akan dibahas sebagai tema prioritas yakni mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dan kerja sama Global untuk meningkatkan aksesibilitas energi,” kata Chair of ESC TF Nicke Widyawati dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.
Nicke menuturkan bahwa transisi energi menjadi agenda semua negara dan harus didukung demi tujuan memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan.
“Transisi energi tentunya akan mengubah segala hal yang selama ini sudah mapan, mulai dari penggunaan teknologi berbasis bahan bakar fosil, pasar dan produk keuangan,” ujarnya.
Baca juga: Dialog B20-G20 luncurkan cetak biru platform pemberdayaan perempuan
Transisi energi, lanjutnya, harus diarahkan pada green financing, rantai pasok ekonomi dan energi hijau, model bisnis terbaru, tata kelola yang berkelanjutan, hingga pertimbangan ekonomi politik negara dan kawasan.
Ia pun berharap, melalui Presidensi B20-G20, Indonesia bisa mengajak semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan secara etik serta moral bisa memastikan dunia berhasil memenuhi target pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan.
Pada kesempatan yang sama Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani mengatakan selama rentang 2000-2019, biaya sosial dan ekonomi yang dikeluarkan oleh seluruh negara di dunia ini sangat besar terkait emisi gas rumah kaca yang muncul akibat penggunaan bahan bakar fosil. Dunia sudah kehilangan ratusan miliar dolar AS akibat emisi karbon selama periode tersebut. Untuk itu, B20 ESC TF merekomendasikan sejumlah kebijakan dan tindakan yang harus diambil dalam fase transisi energi ini.
“B20 Indonesia mencoba memberikan jalan keluar dan jembatan penghubung untuk menghindari dampak lebih besar dari perubahan iklim yang mengakibatkan bencana global, termasuk soal kolaborasi pembiayaan mitigasi perubahan iklim,” sebut Shinta.
Baca juga: Chair B20 Indonesia dorong keterlibatan perempuan ke dalam bisnis
Sementara itu Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan transisi energi akan memberikan banyak efek positif bagi ekonomi Indonesia dan dunia. Hilirisasi sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bisa ikut berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi hijau, khususnya untuk industri mobil listrik dan panel surya yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai serta panelnya.
Arsjad mengatakan transisi energi akan meringankan beban APBN yang selama ini tersedot untuk subsidi energi fosil. Untuk mencapai ambisi Net Zero 2030, Indonesia perlu 220 GW kapasitas panel surya sampai tahun 2050 dan saat ini sudah ada regulasi yang mendukung untuk mencapai transisi energi.
“Selain itu, sebagai negara berkembang, kita butuh dukungan pendanaan, capacity building dan teknologi untuk mencapai transisi energi yang inklusif dan berkeadilan,” jelasnya.
Baca juga: ETWG Bali jadi fondasi percepatan transisi energi negara G20
Ia menuturkan bahwa pengembangan industri hijau dan transisi energi penuh tantangan dan hanya bisa tercapai dengan kolaborasi antara publik dan swasta dengan terus menerus menciptakan inovasi dan dukungan regulasi yang baik.
Kadin Indonesia sendiri, lanjutnya, sudah membentuk KADIN Net Zero Hub, platform yang menjadi hub untuk berbagi pengetahuan tentang transisi energi dan membantu sektor bisnis-publik mencapai nol emisi demi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: