Jakarta (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai organisasi masyarakat sipil (CSO) dalam struktur tata kelola Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Pendiri CISDI Diah Saminarsih di Jakarta, Kamis, menyampaikan studi UHC 2030 (2016) di tingkat global dan Bank Dunia (2019) di Indonesia, mekanisme pelibatan CSO terbukti efektif meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta memperkuat proses perencanaan program dan pembiayaan.

"Oleh karena itu, kita perlu mengawal dan mendorong terjaminnya kursi dan hak suara CSO dalam struktur tata kelola FIF," ujarnya dalam media briefing yang diselenggarakan secara daring.

Ia menyampaikan bahwa mekanisme ini sebelumnya telah diterapkan secara efektif dalam struktur Global Fund for AIDS, tuberkulosis, dan malaria dengan ketentuan satu organisasi negara maju, satu organisasi negara berkembang, dan satu komunitas negara paling terdampak.

Baca juga: G20 RI kumpulkan 1,3 miliar dolar AS Dana Perantara Keuangan

Menurut dia, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian khusus mekanisme FIF yang dikelola Bank Dunia itu.

Ia mengemukakan, pertama dari sisi keberlanjutan. Pembayaran dalam FIF menggunakan sistem sukarela dari negara pendonor serta belum mengikat komitmen negara dalam jangka panjang.

Untuk itu, lanjut dia, ketersediaan pembiayaan akan tergantung dari keputusan negara pendonor untuk terlibat atau tidak, pun tidak ada kepastian besaran setiap tahunnya.

"Untuk membentuk tanggung jawab bersama, dibutuhkan komitmen dan solidaritas multilateral agar semua negara bisa terlibat dalam respons pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi," tuturnya.

Baca juga: WHO dan Bank Dunia kerja sama rancang modal dana perantara keuangan

Kedua dari sisi inklusivitas. CSO belum pasti dilibatkan dalam pengambilan keputusan karena belum tercapainya konsensus antarkontributor FIF atas hak suara bagi CSO.

"Pelibatan bermakna CSO sangat krusial. Mulai dari desain tata kelola FIF di tingkat global melalui penyediaan kursi dan kapasitas hak suara, hingga di tingkat nasional dan lokal guna memperluas jangkauan dampak dan keberlanjutan dari program yang didanai," katanya.

Menurut dia, pelibatan CSO memungkinkan check and balances mulai dari proses perencanaan, implementasi, hingga perluasan jangkauan program.

Ia menambahkan, CSO juga berperan memastikan program tepat sasaran melalui pemantauan dan evaluasi di negara penerima manfaat.

Baca juga: Penghimpunan dana perantara pandemi bertambah dalam ajang FMCBG

Sebelumnya, Presidensi G20 Indonesia telah berhasil mengumpulkan 1,3 miliar dolar AS yang merupakan FIF dari berbagai negara pendonor.

Dana tersebut diamankan dalam rangka prevention, preparedness and response (PPR) atau kesiapsiagaan, pencegahan, dan penanggulangan pandemi.

"Sampai saat ini, sudah ada sebanyak lebih dari 1,3 miliar dolar AS berupa janji kontribusi dari negara donor yang berdaulat termasuk filantropi," kata Co-chair Indonesia Wempi Saputra. ​​​​