Temanggung (ANTARA) - Kepolisian Resor Temanggung, Jawa Tengah, menahan AR (48) dan GS (44) warga Madureso Temanggung karena menimbun bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.

Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi di Temanggung, Kamis, mengatakan dua tersangka membeli solar di sejumlah SPBU yang ada di wilayah Kabupaten Temanggung menggunakan truk.

Ia menjelaskan pelaku membeli solar di SPBU Rp300.000 kemudian setelah meninggalkan SPBU solar tersebut dipompa untuk dimasukkan ke dalam dua kempu atau tandon yang masing-masing berkapasitas 1.000 liter yang ada di atas bak truk.

"Tangki tersebut sudah dipasang selang yang tersambung dengan pompa dan pelaku tinggal menekan tombol saklar otomatis solar di tangki mengalir ke kempu yang sudah disiapkan," katanya.

Setelah itu mereka berpindah ke SPBU lain untuk mengisi BBM yang sama dan disedot lagi begitu seterusnya sampai kedua kempu penuh.

"BBM kemudian disimpan dalam gudang untuk selanjutnya dibeli orang menggunakan truk tangki," kata Agus Puryadi.

Agus menyampaikan para pelaku telah menjalankan aksinya tersebut selama empat bulan, dengan rata-rata mampu mendapatkan solar sebanyak 40.000 liter per bulan.

"Para tersangka sudah beroperasi kurang lebih empat bulan, dengan rata-rata mampu mendapatkan solar sebanyak 40.000 liter per bulan, dengan demikian potensi kerugian negara sekitar Rp2.760.000.000," katanya.

Kedua tersangka ditangkap di sebuah gudang di wilayah Sroyo, Kelurahan Madureso, Kecamatan Temanggung.

Dalam kejadian tersebut polisi menyita barang bukti, antara lain berupa 8.000 liter solar dalam delapan kempu, dua unit truk dengan nomor polisi DA 9465 AS dan AA 1304 WB, sebuah jet pump, dan empat buah selang plastik.

Ia menuturkan kedua tersangka dijerat tentang tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, yang disubsidi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 angka 9 UU RI nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang mengubah Pasal 55 UU RI nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Jo Pasal 55 KUHP.

"Mereka terancam pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar," katanya.