Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang menyampaikan kliennya membantah dakwaan jaksa bahwa dirinya diuntungkan dari kebijakan ekspor CPO dan turunannya tahun 2021-2022.

Menurut Juniver, saat mendampingi kliennya yang merupakan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia itu, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu, Master Parulian justru dirugikan atas kebijakan soal izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng.

"Kalau dikatakan memperkaya, faktanya justru sebetulnya kami dirugikan karena kebijakan yang inkonsisten. Dengan demikian, sebetulnya yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah yang membuat kebijakan yang terus-menerus berubah itu. Faktanya, produsen itu korban kebijakan," ujar dia lagi.

Juniver pun menyampaikan bahwa Master Parulian tidak menerima dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) itu, sehingga berencana mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

"Tidak menutup kemungkinan, kami juga meminta pertanggungjawaban pemerintah yang mengakibatkan produsen ini, khususnya klien kami, mengalami kerugian," ujar dia.
Baca juga: Kuasa hukum klaim LCW tak berwenang pengaruhi izin ekspor CPO
Baca juga: Kejagung: Kasus korupsi ekspor CPO minyak goreng segera disidangkan



Sebelumnya, JPU di persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, menyebutkan sejumlah grup usaha diuntungkan dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah ini.

JPU mengatakan ada tiga grup korporasi yang mendapat keuntungan dari fasilitas pemberian izin ekspor CPO ini. Pertama, Grup Musim Mas yang terdiri atas PT Musim Mas, PT Musim Mas–Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas dengan keuntungan sejumlah Rp626.630.516.604.

Kedua, Grup Permata Hijau yang terdiri atas PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri dengan total keuntungan sejumlah Rp124.418.318.216.

Ketiga, Grup Wilmar, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia yang diduga memperoleh keuntungan sebesar Rp1.693.219.882.064.

Dalam persidangan perdana ini, jaksa Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah itu merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).

Kelima terdakwa adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana, dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.

Berikutnya, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (LCW).
Baca juga: Tim Asistensi Menko Perekonomian didakwa korupsi ekspor minyak goreng
Baca juga: Jaksa paparkan peran eks-Mendag Lutfi dalam dugaan korupsi ekspor CPO