Ketua Umum PBNU ajak mahasiswa Ubaya rawat keberagaman
31 Agustus 2022 17:15 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (kiri) dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir saat menjadi pembicara pada "studium generale" 2022-2023 seri tiga di Universitas Surabaya (Ubaya), Rabu. (ANTARA Jatim/HO-Humas Ubaya/WI)
Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengajak mahasiswa Universitas Surabaya merawat keberagaman di Indonesia.
"Sikap toleransi antarsesama dalam perbedaan adalah pemenuhan mandat proklamasi," kata Yahya Cholil Staquf saat menjadi pembicara pada "studium generale" 2022-2023 seri tiga di Universitas Surabaya (Ubaya), Rabu.
Dalam "studium generale" bertema "Menakar Indonesia ke Depan: Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia" itu, Yahya Cholil Staquf yang kerap dipanggil Gus Yahya mengatakan, semua umat manusia bisa rukun jika punya rasa persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan.
"Sehingga, kumpulan orang yang berusaha merusak Indonesia harus dibubarkan. Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik," ujar Gus Yahya.
Baca juga: Menkumham: Pancasila sebagai perekat keberagaman Indonesia
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa pemimpin negara tidak bisa memimpin dengan visi pribadi, melainkan harus berdasarkan visi kebangsaan.
"Masa depan negara ini ditentukan dari seberapa jauh modal berbangsa dan bernegara yang dimiliki masyarakat. Modal inilah yang harus dibangun, dikembangkan, dan dirawat," ujar Haedar.
Menurut dia, masyarakat bersama pemerintah harus mempunyai rancang bangun masa depan yang merupakan akumulasi dari politik, ekonomi, dan agama.
Rektor Ubaya Dr Ir Benny Lianto mengatakan topik yang dibahas pada "studium generale" itu sesuai dengan visi Ubaya yang ingin mencetak pemimpin nasional yang berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan.
Baca juga: Mahfud MD: Keberagaman kita diuji intoleransi dan pemaksaan kehendak
"Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebhinnekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju," ujar dia.
Menurut dia, diskusi bersama dua tokoh ormas terbesar di Indonesia itu diharapkan bisa menghasilkan pemikiran yang holistik apabila masyarakat dihadapkan dengan sejumlah tantangan seperti radikalisme, intoleransi, dan terorisme.
"NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap Garuda yang telah teruji komitmennya terhadap 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata dia.
Benny berharap melalui "studium generale" seri tiga, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan.
Baca juga: Inayah Wahid: Keberagaman adalah kekuatan demokrasi
"Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinnekaan. Selain itu, mereka juga dapat menerapkan toleransi antarsesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan," ujar Benny.
"Sikap toleransi antarsesama dalam perbedaan adalah pemenuhan mandat proklamasi," kata Yahya Cholil Staquf saat menjadi pembicara pada "studium generale" 2022-2023 seri tiga di Universitas Surabaya (Ubaya), Rabu.
Dalam "studium generale" bertema "Menakar Indonesia ke Depan: Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia" itu, Yahya Cholil Staquf yang kerap dipanggil Gus Yahya mengatakan, semua umat manusia bisa rukun jika punya rasa persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan.
"Sehingga, kumpulan orang yang berusaha merusak Indonesia harus dibubarkan. Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik," ujar Gus Yahya.
Baca juga: Menkumham: Pancasila sebagai perekat keberagaman Indonesia
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan bahwa pemimpin negara tidak bisa memimpin dengan visi pribadi, melainkan harus berdasarkan visi kebangsaan.
"Masa depan negara ini ditentukan dari seberapa jauh modal berbangsa dan bernegara yang dimiliki masyarakat. Modal inilah yang harus dibangun, dikembangkan, dan dirawat," ujar Haedar.
Menurut dia, masyarakat bersama pemerintah harus mempunyai rancang bangun masa depan yang merupakan akumulasi dari politik, ekonomi, dan agama.
Rektor Ubaya Dr Ir Benny Lianto mengatakan topik yang dibahas pada "studium generale" itu sesuai dengan visi Ubaya yang ingin mencetak pemimpin nasional yang berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan.
Baca juga: Mahfud MD: Keberagaman kita diuji intoleransi dan pemaksaan kehendak
"Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebhinnekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju," ujar dia.
Menurut dia, diskusi bersama dua tokoh ormas terbesar di Indonesia itu diharapkan bisa menghasilkan pemikiran yang holistik apabila masyarakat dihadapkan dengan sejumlah tantangan seperti radikalisme, intoleransi, dan terorisme.
"NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap Garuda yang telah teruji komitmennya terhadap 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata dia.
Benny berharap melalui "studium generale" seri tiga, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan.
Baca juga: Inayah Wahid: Keberagaman adalah kekuatan demokrasi
"Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinnekaan. Selain itu, mereka juga dapat menerapkan toleransi antarsesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan," ujar Benny.
Pewarta: Abdul Hakim/Willy Irawan
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: