KSP: Percepatan pembentukan UU PPRT butuh konsolidasi antar-K/L
31 Agustus 2022 14:17 WIB
Dari kanan-kiri, Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, Wamenkumham Eddy Hiariej, dalam diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, di Jakarta, Selasa (30/8/2022). ANTARA/HO-KSP
Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani mengatakan percepatan pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) membutuhkan konsolidasi dan sinkronisasi yang kuat antarkementerian dan lembaga.
Hal tersebut dinyatakan dalam konsinyering pertama dan diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, di Jakarta, Selasa (30/8), sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
“Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga bersifat lintas sektor dan harus kita kawal. Pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multidimensi dan jumlahnya di Indonesia tidak sedikit, ada 4,2 juta, di mana 75,5 persen di antaranya adalah perempuan dan 25 persen-nya adalah anak-anak,” kata Jaleswari.
Baca juga: KSP harap Gugus Tugas dorong pembahasan RUU PPRT di DPR
Dia mengungkapkan, negara harus hadir dalam mengisi kekosongan regulasi tentang pengaturan dan perlindungan terkait pekerja rumah tangga, sesuai arahan dan komitmen Presiden Joko Widodo dalam Perlindungan Tenaga Kerja, Perempuan, dan Anak.
Regulasi ini dirancang tidak hanya mengatur pekerja rumah tangga tetapi juga hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dan juga penyalur pekerja rumah tangga.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah yang hadir dalam acara mengungkapkan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan mendukung percepatan pengesahan UU PPRT untuk perlindungan tenaga kerja informal khususnya PRT dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat, dan memperhatikan peraturan perundangan yang lainnya.
“Kita sering menggaungkan tentang perlindungan pekerja migran di luar negeri, kita seharusnya juga mempunyai regulasi yang mengatur dan melindungi tenaga kerja informal, khususnya pekerja rumah tangga,” kata Ida Fauziah.
Ida mengatakan selama ini Pemerintah sudah mempunyai Permenaker Nomor 2 tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga tetapi belum secara menyeluruh mengatur misalnya tentang jaminan sosial.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menyatakan, salah satu urgensi RUU PPRT perlu segera disahkan karena secara hukum internasional, terdapat prinsip timbal balik di mana Indonesia bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan pekerja rumah tangga secara manusiawi, lantaran Indonesia sudah memperlakukan pekerja rumah tangga dengan layak.
Adapun Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Adhitya memandang kehadiran UU PPRT akan memberikan rekognisi dan kepastian hukum tenaga kerja yang bergerak di bidang domestik dan informal.
Baca juga: BRIN harap DPR segera tuntaskan legislasi berperspektif gender
Baca juga: Serbet dan jalan panjang pengesahan RUU PPRT
Hal tersebut dinyatakan dalam konsinyering pertama dan diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, di Jakarta, Selasa (30/8), sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
“Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga bersifat lintas sektor dan harus kita kawal. Pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multidimensi dan jumlahnya di Indonesia tidak sedikit, ada 4,2 juta, di mana 75,5 persen di antaranya adalah perempuan dan 25 persen-nya adalah anak-anak,” kata Jaleswari.
Baca juga: KSP harap Gugus Tugas dorong pembahasan RUU PPRT di DPR
Dia mengungkapkan, negara harus hadir dalam mengisi kekosongan regulasi tentang pengaturan dan perlindungan terkait pekerja rumah tangga, sesuai arahan dan komitmen Presiden Joko Widodo dalam Perlindungan Tenaga Kerja, Perempuan, dan Anak.
Regulasi ini dirancang tidak hanya mengatur pekerja rumah tangga tetapi juga hak dan kewajiban pemberi pekerjaan dan juga penyalur pekerja rumah tangga.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah yang hadir dalam acara mengungkapkan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan mendukung percepatan pengesahan UU PPRT untuk perlindungan tenaga kerja informal khususnya PRT dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat, dan memperhatikan peraturan perundangan yang lainnya.
“Kita sering menggaungkan tentang perlindungan pekerja migran di luar negeri, kita seharusnya juga mempunyai regulasi yang mengatur dan melindungi tenaga kerja informal, khususnya pekerja rumah tangga,” kata Ida Fauziah.
Ida mengatakan selama ini Pemerintah sudah mempunyai Permenaker Nomor 2 tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga tetapi belum secara menyeluruh mengatur misalnya tentang jaminan sosial.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menyatakan, salah satu urgensi RUU PPRT perlu segera disahkan karena secara hukum internasional, terdapat prinsip timbal balik di mana Indonesia bisa menuntut negara lain untuk memperlakukan pekerja rumah tangga secara manusiawi, lantaran Indonesia sudah memperlakukan pekerja rumah tangga dengan layak.
Adapun Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Adhitya memandang kehadiran UU PPRT akan memberikan rekognisi dan kepastian hukum tenaga kerja yang bergerak di bidang domestik dan informal.
Baca juga: BRIN harap DPR segera tuntaskan legislasi berperspektif gender
Baca juga: Serbet dan jalan panjang pengesahan RUU PPRT
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: