Kemendagri ingatkan susun Propemperda berdasarkan sembilan prioritas
31 Agustus 2022 11:53 WIB
Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri) Makmur Marbun (kiri) dalam rapat Analisis Pembentukan Perda dalam Rangka Penyusunan Propemperda Tahun 2023, di Acacia Hotel and Resort, Jakarta, Rabu (31/8/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Otda Kemendagri) Makmur Marbun mengingatkan agar penyusunan rancangan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) berdasarkan sembilan prioritas Propemperda.
“Kita meminta betul-betul rancangan Propemperda itu yang akan dibuat dan ditetapkan betul-betul memakai tools analisanya seperti apa, yang terdiri atas sembilan elemen yang menjadi prioritas. Itulah yang dipakai. Jadi, tidak hanya keinginan sendiri,” kata Marbun dalam rapat Analisis Pembentukan Perda dalam Rangka Penyusunan Propemperda Tahun 2023, di Acacia Hotel and Resort, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Mendagri ingatkan kerja sama pusat daerah atasi laju inflasi
Marbun menjelaskan bahwa pembentukan Propemperda yang berdasarkan kepada keinginan masing-masing daerah dan tidak berdasarkan sembilan prioritas dapat mengakibatkan peraturan tersebut menjadi tidak selesai.
“Kalau ikuti keinginan sendiri, begitu nanti dibahas, ternyata tidak menjadi kewenangannya sehingga tidak selesai,” kata Marbun.
Adapun prioritas pertama dari kesembilan prioritas tersebut adalah peraturan pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu.
Prioritas kedua adalah pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu, diikuti dengan prioritas ketiga yakni pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, prioritas keempat adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu, dengan prioritas kelima adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dasar yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu.
Prioritas keenam adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kemudian, prioritas ketujuh adalah pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu. Prioritas kedelapan adalah pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu.
Terakhir, yakni pelaksanaan urusan pilihan dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Otomatis, kalau perencanaan sudah bagis, 70 persen sudah selesai,” kata Marbun.
Baca juga: Mendagri turunkan tim jika inflasi daerah tak terkendali
Baca juga: BSKDN Kemendagri dorong pemerintah daerah tingkatkan inovasi
Baca juga: BSKDN kembangkan Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah
“Kita meminta betul-betul rancangan Propemperda itu yang akan dibuat dan ditetapkan betul-betul memakai tools analisanya seperti apa, yang terdiri atas sembilan elemen yang menjadi prioritas. Itulah yang dipakai. Jadi, tidak hanya keinginan sendiri,” kata Marbun dalam rapat Analisis Pembentukan Perda dalam Rangka Penyusunan Propemperda Tahun 2023, di Acacia Hotel and Resort, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Mendagri ingatkan kerja sama pusat daerah atasi laju inflasi
Marbun menjelaskan bahwa pembentukan Propemperda yang berdasarkan kepada keinginan masing-masing daerah dan tidak berdasarkan sembilan prioritas dapat mengakibatkan peraturan tersebut menjadi tidak selesai.
“Kalau ikuti keinginan sendiri, begitu nanti dibahas, ternyata tidak menjadi kewenangannya sehingga tidak selesai,” kata Marbun.
Adapun prioritas pertama dari kesembilan prioritas tersebut adalah peraturan pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu.
Prioritas kedua adalah pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu, diikuti dengan prioritas ketiga yakni pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
Lebih lanjut, prioritas keempat adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu, dengan prioritas kelima adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dasar yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu.
Prioritas keenam adalah pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kemudian, prioritas ketujuh adalah pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu. Prioritas kedelapan adalah pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu.
Terakhir, yakni pelaksanaan urusan pilihan dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Otomatis, kalau perencanaan sudah bagis, 70 persen sudah selesai,” kata Marbun.
Baca juga: Mendagri turunkan tim jika inflasi daerah tak terkendali
Baca juga: BSKDN Kemendagri dorong pemerintah daerah tingkatkan inovasi
Baca juga: BSKDN kembangkan Indeks Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: