LBH APIK sebut korban kekerasan seksual tak tahu melapor kemana
30 Agustus 2022 19:55 WIB
Petugas KAI Commuter memegang poster saat melakukan kampanye cegah tindak kekerasan dan pelecehan seksual di dalam gerbong KRL, Stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu (29/6/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa)
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Advokasi Nasional Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Ratna Batara Munti mengatakan banyak korban kekerasan seksual belum melaporkan tindak pidana yang terjadi padanya karena tidak tahu kemana melaporkan kejadian tersebut.
"Salah satunya adalah tidak tahu mau melapor kemana. Ini menjadi bolong yang besar sekali di dalam penanganan khususnya," kata Ratna Batara Munti dalam acara "Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Berpihak kepada Korban" di Jakarta, Selasa.
Dia menyebutkan salah satu survei menunjukkan 93 persen korban tidak pernah melaporkan kasusnya. Selain itu, keengganan korban untuk melapor disebabkan masih adanya pandangan bahwa menjadi korban kekerasan seksual merupakan aib bagi korban.
"Jadi korban itu khawatir disalahkan. Jadi, dia malu melapor karena anggapan bahwa kekerasan seksual itu aib," tambahnya.
Dia juga mengkritisi aparat penegak hukum yang masih beranggapan perempuan korban kekerasan seksual turut menikmati kejadian perkosaan, sehingga aparat sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan menjurus pada kontribusi korban pada kejadian tersebut.
Baca juga: YKP: Media berperan penting kawal proses hukum kasus kekerasan seksual
"Ada anggapan bahwa korban menikmati kekerasan seksual, menikmati perkosaan, dan anggapan si APH (aparat penegak hukum) itu, itu kan bersumber nilai-nilainya dari kultur masyarakat bahwa si perempuanlah sumber maksiat," katanya.
Kebanyakan pelaku kekerasan seksual, katanya, adalah orang dekat korban sehingga korban perlu diberikan perlindungan maksimal. Sementara, menurutnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak bisa memberikan perlindungan sebelum korban melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian.
"Ancaman itu kan datangnya sebelum laporan, justru harusnya dilindungi ketika ancaman itu sebelum laporan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta masyarakat dapat memberikan kepedulian terhadap korban karena institusi resmi seperti LPSK masih belum bisa melindungi korban dalam fase ini.
"LPSK kan enggak bisa turun, masyarakat yang harus melakukan sesuatu untuk melindungi korban, enggak bisa diam begitu saja," ujar Ratna.
Baca juga: LBH APIK: Penyelesaian kasus kekerasan seksual harus lewat peradilan
"Salah satunya adalah tidak tahu mau melapor kemana. Ini menjadi bolong yang besar sekali di dalam penanganan khususnya," kata Ratna Batara Munti dalam acara "Meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Berpihak kepada Korban" di Jakarta, Selasa.
Dia menyebutkan salah satu survei menunjukkan 93 persen korban tidak pernah melaporkan kasusnya. Selain itu, keengganan korban untuk melapor disebabkan masih adanya pandangan bahwa menjadi korban kekerasan seksual merupakan aib bagi korban.
"Jadi korban itu khawatir disalahkan. Jadi, dia malu melapor karena anggapan bahwa kekerasan seksual itu aib," tambahnya.
Dia juga mengkritisi aparat penegak hukum yang masih beranggapan perempuan korban kekerasan seksual turut menikmati kejadian perkosaan, sehingga aparat sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan menjurus pada kontribusi korban pada kejadian tersebut.
Baca juga: YKP: Media berperan penting kawal proses hukum kasus kekerasan seksual
"Ada anggapan bahwa korban menikmati kekerasan seksual, menikmati perkosaan, dan anggapan si APH (aparat penegak hukum) itu, itu kan bersumber nilai-nilainya dari kultur masyarakat bahwa si perempuanlah sumber maksiat," katanya.
Kebanyakan pelaku kekerasan seksual, katanya, adalah orang dekat korban sehingga korban perlu diberikan perlindungan maksimal. Sementara, menurutnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak bisa memberikan perlindungan sebelum korban melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian.
"Ancaman itu kan datangnya sebelum laporan, justru harusnya dilindungi ketika ancaman itu sebelum laporan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta masyarakat dapat memberikan kepedulian terhadap korban karena institusi resmi seperti LPSK masih belum bisa melindungi korban dalam fase ini.
"LPSK kan enggak bisa turun, masyarakat yang harus melakukan sesuatu untuk melindungi korban, enggak bisa diam begitu saja," ujar Ratna.
Baca juga: LBH APIK: Penyelesaian kasus kekerasan seksual harus lewat peradilan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022
Tags: