Sri Mulyani: Subsidi dan kompensasi bisa bengkak sampai Rp698 triliun
26 Agustus 2022 22:57 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait kebijakan Subsidi BBM di Jakarta, Jumat (26/8/2022). ANTARA/HO-Kemenkeu/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan subsidi dan kompensasi energi bisa membengkak menjadi Rp698,0 triliun dari target APBN 2022 yang sebesar Rp502 triliun.
Dengan itu, menurut dia, dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait kebijakan Subsidi BBM di Jakarta, Jumat, subsidi dan kompensasi energi tahun ini bisa bertambah sebanyak Rp195,6 triliun.
Ia menyebut, membengkaknya subsidi dan kompensasi energi ini disebabkan oleh semakin melebarnya selisih Harga Jual Eceran (HJE) dengan harga keekonomian untuk bahan bakar jenis solar, pertalite, pertamax dan Gas LPG 3 kilogram (kg).
Ia melanjutkan, melebarnya selisih harga ini disebabkan oleh naiknya asumsi Indonesian Crude Price (ICP) menjadi 105 dolar AS per barel yang mengikuti harga minyak di tingkat global, dan naiknya asumsi nilai tukar rupiah menjadi Rp14.700 per dolar AS.
Ia menjelaskan HJE solar sebesar Rp5.150 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp13.950 per liter dan HJE pertalite sebesar Rp7.650 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp14.450 per liter.
Lalu, HJE pertamax sebesar Rp12.500 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp17.300 per liter dan HJE LPG 3 kg sebesar Rp4.250 per kg, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp18.500.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan, membengkaknya subsidi dan kompensasi energi ini juga disebabkan oleh kuota volume penyaluran BBM subsidi jenis solar dan pertalite yang diperkirakan melampaui target yang tercantum dalam APBN pada akhir tahun ini.
Ia menjelaskan realisasi konsumsi solar bulan Januari-Juli tahun ini telah mencapai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota, dan realisasi konsumsi pertalite bulan Januari-Juli telah mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota.
Dengan itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memperkirakan konsumsi solar hingga akhir tahun akan mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115 persen dari kuota yang tercantum dalam APBN 2022 sebesar 15,10 juta kiloliter.
Lalu, konsumsi pertalite akan mencapai 29,07 juta kiloliter atau 126 persen dari kuota yang tercantum dalam APBN sebesar 23,05 juta kiloliter.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp502,4 triliun. Anggaran ini terbagi menjadi subsidi energi sebesar Rp208, 9 triliun, kompensasi energi sebesar Rp234, 6 triliun dan kurang bayar kompensasi energi tahun lalu sebesar Rp108, 4 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani: 68 persen konsumsi LPG 3 kg dinikmati orang mampu
Baca juga: Menkeu: Subsidi energi Rp502 triliun lebih banyak dinikmati orang kaya
Baca juga: Sri Mulyani: Subsidi energi melebar Rp198 triliun jika BBM tidak naik
Dengan itu, menurut dia, dalam konferensi pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait kebijakan Subsidi BBM di Jakarta, Jumat, subsidi dan kompensasi energi tahun ini bisa bertambah sebanyak Rp195,6 triliun.
Ia menyebut, membengkaknya subsidi dan kompensasi energi ini disebabkan oleh semakin melebarnya selisih Harga Jual Eceran (HJE) dengan harga keekonomian untuk bahan bakar jenis solar, pertalite, pertamax dan Gas LPG 3 kilogram (kg).
Ia melanjutkan, melebarnya selisih harga ini disebabkan oleh naiknya asumsi Indonesian Crude Price (ICP) menjadi 105 dolar AS per barel yang mengikuti harga minyak di tingkat global, dan naiknya asumsi nilai tukar rupiah menjadi Rp14.700 per dolar AS.
Ia menjelaskan HJE solar sebesar Rp5.150 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp13.950 per liter dan HJE pertalite sebesar Rp7.650 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp14.450 per liter.
Lalu, HJE pertamax sebesar Rp12.500 per liter, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp17.300 per liter dan HJE LPG 3 kg sebesar Rp4.250 per kg, sedangkan harga keekonomiannya mencapai Rp18.500.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan, membengkaknya subsidi dan kompensasi energi ini juga disebabkan oleh kuota volume penyaluran BBM subsidi jenis solar dan pertalite yang diperkirakan melampaui target yang tercantum dalam APBN pada akhir tahun ini.
Ia menjelaskan realisasi konsumsi solar bulan Januari-Juli tahun ini telah mencapai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota, dan realisasi konsumsi pertalite bulan Januari-Juli telah mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota.
Dengan itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memperkirakan konsumsi solar hingga akhir tahun akan mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115 persen dari kuota yang tercantum dalam APBN 2022 sebesar 15,10 juta kiloliter.
Lalu, konsumsi pertalite akan mencapai 29,07 juta kiloliter atau 126 persen dari kuota yang tercantum dalam APBN sebesar 23,05 juta kiloliter.
Seperti diketahui, pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp502,4 triliun. Anggaran ini terbagi menjadi subsidi energi sebesar Rp208, 9 triliun, kompensasi energi sebesar Rp234, 6 triliun dan kurang bayar kompensasi energi tahun lalu sebesar Rp108, 4 triliun.
Baca juga: Sri Mulyani: 68 persen konsumsi LPG 3 kg dinikmati orang mampu
Baca juga: Menkeu: Subsidi energi Rp502 triliun lebih banyak dinikmati orang kaya
Baca juga: Sri Mulyani: Subsidi energi melebar Rp198 triliun jika BBM tidak naik
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: