Menkeu: Pemda bisa gunakan dana tak terduga Rp14 triliun atasi inflasi
25 Agustus 2022 19:03 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis (25/08/2022). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pemerintah daerah (pemda) bisa menggunakan dana tak terduga yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 sebesar Rp14 triliun untuk mengatasi inflasi yang berasal dari gejolak harga pangan.
"Presiden dalam rapat di Istana bersama pemda kemarin sudah meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menggunakan dana tak terduga dalam APBD yang baru digunakan Rp1,8 triliun sampai Agustus ini," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis.
Dengan demikian dana tersebut bisa digunakan daerah secara aktif hanya dengan meminta pengaturannya dari Mendagri, dimana aturan utamanya sudah dikeluarkan beberapa waktu lalu.
Ia berharap dana tak terduga dalam APBD tersebut nantinya bisa digunakan pemda untuk memberikan subsidi atau kompensasi sehingga bisa menstabilkan harga atau tarif, termasuk untuk angkutan daerah.
Melalui berbagai langkah tersebut, diharapkan intensitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bisa ditingkatkan dan terus bekerja sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP).
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menambahkan, TPIP dan TPID saat ini berfokus kepada pengendalian inflasi pangan yang sudah mencapai 11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada bulan Juli 2022, sehingga akan terus diusahakan untuk bisa turun ke level 6 persen (yoy).
"Kalau inflasi pangan tidak diturunkan akan merambat ke inflasi inti. Sejauh ini kita melihat untuk inflasi harga diatur pemerintah lebih bisa terkendali, tetapi inflasi pangan yang bermasalah," ucap Destry dalam kesempatan yang sama.
Oleh karena itu, ia menuturkan BI bersama pemerintah membentuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), sebagai upaya ekstra yang harus digencarkan TPIP dan TPID.
Gerakan tersebut juga dibentuk untuk mengatasi perbedaan pasokan pangan di berbagai wilayah Indonesia, serta didorong pula perluasan kerja sama antardaerah, fasilitasi distribusi, replikasi bisnis model klaster, dan gerakan tanam serta penyelenggaraan pasar rakyat di sejumlah wilayah Indonesia.
Dalam hal tersebut, sambung Destry, peran BI memang cukup signifikan terutama dengan mengoptimalkan 46 Kantor Wilayah di seluruh Indonesia bersama dengan pimpinan daerah.
"Memang sangat diharapkan peranan aktif dari pimpinan di pemda, karena yang menjadi kekhawatiran BI adalah kalau inflasi pangan tidak bisa diatasi tentunya akan berpengaruh pada inflasi inti. Dengan demikian sebelum ekonomi tumbuh mencapai puncaknya, kita harus atasi inflasi agar tidak seperti negara lain," tutur Destry.
Baca juga: Sri Mulyani sebut pajak bisa percepat Indonesia jadi negara maju
Baca juga: Sri Mulyani sebut 17,2 juta UMKM terdigitalisasi per Januari 2022
"Presiden dalam rapat di Istana bersama pemda kemarin sudah meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menggunakan dana tak terduga dalam APBD yang baru digunakan Rp1,8 triliun sampai Agustus ini," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis.
Dengan demikian dana tersebut bisa digunakan daerah secara aktif hanya dengan meminta pengaturannya dari Mendagri, dimana aturan utamanya sudah dikeluarkan beberapa waktu lalu.
Ia berharap dana tak terduga dalam APBD tersebut nantinya bisa digunakan pemda untuk memberikan subsidi atau kompensasi sehingga bisa menstabilkan harga atau tarif, termasuk untuk angkutan daerah.
Melalui berbagai langkah tersebut, diharapkan intensitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bisa ditingkatkan dan terus bekerja sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP).
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menambahkan, TPIP dan TPID saat ini berfokus kepada pengendalian inflasi pangan yang sudah mencapai 11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada bulan Juli 2022, sehingga akan terus diusahakan untuk bisa turun ke level 6 persen (yoy).
"Kalau inflasi pangan tidak diturunkan akan merambat ke inflasi inti. Sejauh ini kita melihat untuk inflasi harga diatur pemerintah lebih bisa terkendali, tetapi inflasi pangan yang bermasalah," ucap Destry dalam kesempatan yang sama.
Oleh karena itu, ia menuturkan BI bersama pemerintah membentuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), sebagai upaya ekstra yang harus digencarkan TPIP dan TPID.
Gerakan tersebut juga dibentuk untuk mengatasi perbedaan pasokan pangan di berbagai wilayah Indonesia, serta didorong pula perluasan kerja sama antardaerah, fasilitasi distribusi, replikasi bisnis model klaster, dan gerakan tanam serta penyelenggaraan pasar rakyat di sejumlah wilayah Indonesia.
Dalam hal tersebut, sambung Destry, peran BI memang cukup signifikan terutama dengan mengoptimalkan 46 Kantor Wilayah di seluruh Indonesia bersama dengan pimpinan daerah.
"Memang sangat diharapkan peranan aktif dari pimpinan di pemda, karena yang menjadi kekhawatiran BI adalah kalau inflasi pangan tidak bisa diatasi tentunya akan berpengaruh pada inflasi inti. Dengan demikian sebelum ekonomi tumbuh mencapai puncaknya, kita harus atasi inflasi agar tidak seperti negara lain," tutur Destry.
Baca juga: Sri Mulyani sebut pajak bisa percepat Indonesia jadi negara maju
Baca juga: Sri Mulyani sebut 17,2 juta UMKM terdigitalisasi per Januari 2022
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: