Jakarta (ANTARA) - Project Manajer Program Peduli Pusat Rehabilitas Yakkum Ranie Ayu Hapsari mengatakan pentingnya para petugas tanggap darurat memahami penanganan korban bencana dengan disabilitas termasuk anak-anak penyandang disabilitas.

"Anak disabilitas dalam situasi bencana tentu akan terdampak menjadi semakin buruk," kata Ranie Ayu Hapsari dalam webinar bertajuk "Kesiapsiagaan Bencana Dimulai Dari Keluarga", yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Mensos minta disabilitas tidak bergantung, hindari jadi korban bencana

Ranie mencontohkan, saat tanggap darurat erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta terdapat sebuah panti yang dihuni anak-anak disabilitas mental dan intelektual. Petugas tidak tahu cara mengevakuasi anak-anak disabilitas sehingga anak-anak tersebut akhirnya ditarik, diseret-seret saat proses evakuasi hingga mereka histeris.

Contoh lainnya, saat banjir di Semarang. Kondisi pengungsian yang tidak ramah anak membuat seorang anak autis sering tantrum. Para pengungsi lain merasa terganggu sehingga akhirnya anak ini dan orang tuanya terpaksa kembali ke rumah mereka meski kondisi rumah masih kebanjiran.

Baca juga: Kemensos: Semua pihak harus kompak lindungi disabilitas saat bencana

Menurut dia, tidak hanya dibutuhkan petugas yang terampil, tetapi juga dibutuhkan alat-alat bantu untuk penyandang disabilitas saat bencana.

"Seringkali bantuan darurat melupakan alat bantu bagi penyandang disabilitas termasuk anak-anak disabilitas. Bantuan darurat seringkali berfokus pada bantuan makanan, tapi alat bantu penyandang disabilitas terlupakan," tutur Ranie.

Ia menyebut pernah terjadi dalam tanggap darurat, fasilitas evakuasi dan sarana transportasi tidak ada, sehingga akhirnya anak-anak disabilitas ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah.

Baca juga: Ratusan penyandang disabilitas di Temanggung ikuti simulasi bencana

"Fasilitas evakuasi tidak ada, transportasi tidak ada, anak-anak dengan disabilitas berat ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah karena mereka harus menyeberang," katanya.