KSP: Masih dikaji proses pemulangan pengungsi Pulau Haruku
25 Agustus 2022 17:28 WIB
Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan, memberikan keterangan penyelesaian Konflik sosial di Pulau Karuku, Kabupaten Maluku Tengah, di Ambon, Kamis (25/8). (ANTARA/Jimmy Ayal)
Ambon (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) bersama sejumlah pemangku kepentingan masih mengkaji proses pemulangan pengungsi korban konflik sosial di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, agar penyelesaiannya tidak menimbulkan masalah baru.
"Proses pemulangan pengungsi Kariuw masih terus dikaji. Belum dijadwalkan pengembalian pengungsi dalam waktu dekat ini," kata Deputi II KSP Abetnego Tarigan, di Ambon, Kamis.
Penegasan itu sampaikan untuk menjawab informasi yang beredar di masyarakat bahwa warga Negeri Kariuw yang sedang mengungsi sementara di Negeri Aboru sebagai akibat konflik pada Januari 2022, akan dikembalikan dalam waktu dekat.
Abetnego berada di Ambon untuk melakukan serangkaian pertemuan dengan pemerintah Provinsi Maluku, pimpinan TNI-Polri, pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, serta tokoh agama dan pemuka masyarakat untuk membicarakan penyelesaian konflik di Pulau Haruku, termasuk pengembalian warga Negeri Kariuw ke desa asalnya.
Dirinya juga bersama sejumlah pimpinan daerah maupun TNI dan Polri telah berkunjung dan bertemu dengan warga Kariuw maupun Pelauw pada 23 Agustus, guna mendengar aspirasi mereka terkait penyelesaian konflik sosial itu.
"Saya tegaskan belum ada kepastian pemulangan pengungsi Kariuw dalam waktu dekat ini. Kita masih butuh proses karena yang kita hadapi bukan pemindahan masyarakat dengan sukarela, tetapi karena situasi konflik," tegasnya.
Baca juga: Moeldoko tegaskan penanganan pascakonflik di Pulau Haruku harus segera
Baca juga: Bantuan kemanusiaan diterima warga Kariuw setelah Dandim mendekati
Kendati belum ada kepastian, tetapi Abetnego memastikan bahwa tugas Negara menjamin hak warganya, terutama kebutuhan-kebutuhan dasar mereka, serta memperbaiki kondisi di tempat penampungan sementara warga Kariuw di negeri Aboru.
"Kami sudah koordinasi dengan BNPB dan Kementerian Sosial untuk memberikan dukungan baik untuk pendidikan, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Ini salah satu hal penting yang harus dilakukan segera, selain bagaimana melihat proses dialog dibangun diantara para pihak, termasuk juga melibatkan nanti unsur -unsur dari Forkopimda," katanya.
Terkait penyelesaian konflik, menurut dia baik warga Kariuw maupun Pelauw mengharapkan ada solusi bersifat permanen dan berjangka panjang, sehingga saat pengungsi di kembalikan tidak lagi menimbulkan konflik baru, tetapi mereka dapat hidup berdamai sebagai sesama saudara.
Selain itu, perlu dilakukan perbaikan data terutama menghitung ulang kerugian dan juga menyusun rencana-rencana penanganan lanjutan termasuk upaya-upaya untuk memperjelas batas wilayah administrasi yang perlu diselesaikan dalam waktu dekat.
Dia menegaskan, masalah terbesar di Maluku yang sering menimbulkan konflik antarwarga yakni masalah batas-batas wilayah administrasi. "Kami terus mendorong upaya dialog secara intensif sehingga semua perbedaan antara pihak-pihak yang bertikai dapat disatukan," katanya.
Sedangkan Pangdam XVI/Pattimura membenarkan penyelesaian konflik di Pulau Haruku membutuhkan pendekatan dan solusi yang holistik, sehingga tidak menimbulkan konflik baru di masa mendatang.
"Penyelesaian konflik di Pulau Haruku tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena merupakan akumulasi berbagai persoalan yang terjadi di masa lalu," katanya.
Selain keinginan kedua belah pihak bertikai akan solusi permanen, pimpinan TNI-Polri serta Pemprov Maluku dan Pemkab Maluku tengah juga pertimbangkan penyelesaian dampak sosial yang timbul akibat konflik tersebut, sehingga perlu melibatkan banyak pihak untuk mencapai satu kesepakatan bersama.
"Kodam Pattimura siap mendukung segala upaya maupun alternatif yang harus ditempuh bersama demi mencapai solusi yang holistik. Kami mendukung upaya-upaya dialog yang dilakukan pemerintah bersama pemangku kepentingan secara intensif, sehingga permasalahan ini segera selesai tanpa ada konsekuensi yang harus dihadapi," ujar Pangdam.
Baca juga: Penyelesaian konflik Pulau Haruku harus melibatkan tokoh pemuda
Baca juga: Warga Saparua dan Saparua Timur tidak campuri persoalan Haruku
"Proses pemulangan pengungsi Kariuw masih terus dikaji. Belum dijadwalkan pengembalian pengungsi dalam waktu dekat ini," kata Deputi II KSP Abetnego Tarigan, di Ambon, Kamis.
Penegasan itu sampaikan untuk menjawab informasi yang beredar di masyarakat bahwa warga Negeri Kariuw yang sedang mengungsi sementara di Negeri Aboru sebagai akibat konflik pada Januari 2022, akan dikembalikan dalam waktu dekat.
Abetnego berada di Ambon untuk melakukan serangkaian pertemuan dengan pemerintah Provinsi Maluku, pimpinan TNI-Polri, pemerintah Kabupaten Maluku Tengah, serta tokoh agama dan pemuka masyarakat untuk membicarakan penyelesaian konflik di Pulau Haruku, termasuk pengembalian warga Negeri Kariuw ke desa asalnya.
Dirinya juga bersama sejumlah pimpinan daerah maupun TNI dan Polri telah berkunjung dan bertemu dengan warga Kariuw maupun Pelauw pada 23 Agustus, guna mendengar aspirasi mereka terkait penyelesaian konflik sosial itu.
"Saya tegaskan belum ada kepastian pemulangan pengungsi Kariuw dalam waktu dekat ini. Kita masih butuh proses karena yang kita hadapi bukan pemindahan masyarakat dengan sukarela, tetapi karena situasi konflik," tegasnya.
Baca juga: Moeldoko tegaskan penanganan pascakonflik di Pulau Haruku harus segera
Baca juga: Bantuan kemanusiaan diterima warga Kariuw setelah Dandim mendekati
Kendati belum ada kepastian, tetapi Abetnego memastikan bahwa tugas Negara menjamin hak warganya, terutama kebutuhan-kebutuhan dasar mereka, serta memperbaiki kondisi di tempat penampungan sementara warga Kariuw di negeri Aboru.
"Kami sudah koordinasi dengan BNPB dan Kementerian Sosial untuk memberikan dukungan baik untuk pendidikan, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Ini salah satu hal penting yang harus dilakukan segera, selain bagaimana melihat proses dialog dibangun diantara para pihak, termasuk juga melibatkan nanti unsur -unsur dari Forkopimda," katanya.
Terkait penyelesaian konflik, menurut dia baik warga Kariuw maupun Pelauw mengharapkan ada solusi bersifat permanen dan berjangka panjang, sehingga saat pengungsi di kembalikan tidak lagi menimbulkan konflik baru, tetapi mereka dapat hidup berdamai sebagai sesama saudara.
Selain itu, perlu dilakukan perbaikan data terutama menghitung ulang kerugian dan juga menyusun rencana-rencana penanganan lanjutan termasuk upaya-upaya untuk memperjelas batas wilayah administrasi yang perlu diselesaikan dalam waktu dekat.
Dia menegaskan, masalah terbesar di Maluku yang sering menimbulkan konflik antarwarga yakni masalah batas-batas wilayah administrasi. "Kami terus mendorong upaya dialog secara intensif sehingga semua perbedaan antara pihak-pihak yang bertikai dapat disatukan," katanya.
Sedangkan Pangdam XVI/Pattimura membenarkan penyelesaian konflik di Pulau Haruku membutuhkan pendekatan dan solusi yang holistik, sehingga tidak menimbulkan konflik baru di masa mendatang.
"Penyelesaian konflik di Pulau Haruku tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena merupakan akumulasi berbagai persoalan yang terjadi di masa lalu," katanya.
Selain keinginan kedua belah pihak bertikai akan solusi permanen, pimpinan TNI-Polri serta Pemprov Maluku dan Pemkab Maluku tengah juga pertimbangkan penyelesaian dampak sosial yang timbul akibat konflik tersebut, sehingga perlu melibatkan banyak pihak untuk mencapai satu kesepakatan bersama.
"Kodam Pattimura siap mendukung segala upaya maupun alternatif yang harus ditempuh bersama demi mencapai solusi yang holistik. Kami mendukung upaya-upaya dialog yang dilakukan pemerintah bersama pemangku kepentingan secara intensif, sehingga permasalahan ini segera selesai tanpa ada konsekuensi yang harus dihadapi," ujar Pangdam.
Baca juga: Penyelesaian konflik Pulau Haruku harus melibatkan tokoh pemuda
Baca juga: Warga Saparua dan Saparua Timur tidak campuri persoalan Haruku
Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022
Tags: