Artikel
Mencermati peran TIKI dalam menopang bisnis UMKM selama pandemi
Oleh Agatha Olivia Victoria
21 Agustus 2022 11:16 WIB
Pekerja memeriksa paket barang kiriman melalui X Ray sebelum diberangkatkan dengan menggunakan pesawat di Gudang transit TIKI Kawasan Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (19/4/2022). Dua pekan jelang Lebaran volume pingiriman barang lewat udara di jasa ekspedisi TIKI mengalami peningkatan empat kali lipat dari hari biasa. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tom (ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL)
Jakarta (ANTARA) - Survei cepat MarkPlus, Inc. pada tahun 2020 yang dilakukan kepada 122 responden di seluruh Indonesia mencatat sebanyak 39 persen responden mengaku penggunaan jasa kurir untuk pengiriman barang meningkat signifikan selama pandemi COVID-19.
Kemudian sebanyak 39 persen responden lainnya menilai penggunaan jasa kurir sedikit meningkat, 13 persen responden menyatakan penggunaan jasa kurir tak berubah, empat persen responden mengaku penggunaan jasa kurir sedikit menurun, dan lima persen responden mengatakan penggunaan jasa kurir menurun signifikan.
Survei tersebut turut mencatat sebanyak 85,2 persen responden atau mayoritas menggunakan jasa kurir untuk mengirim barang belanjaan dari e-commerce. Sementara 50,8 persen responden mengaku menggunakan jasa kurir untuk mengirim barang belanjaan secara daring dari media sosial.
Dalam memilih jasa kurir, dua hal yang menjadi pertimbangan utama responden adalah keterjangkauan harga dan waktu pengiriman yang cepat.
Pingkan Ataya (38) merupakan salah satu dari sekian banyak pelaku usaha yang sangat terbantu dengan adanya jasa kurir selama pandemi. Menggantungkan kehidupannya pada bisnis pakaian yang tak terlalu besar, usahanya cukup sukses sebelum COVID-19 melanda.
Namun saat pandemi menghampiri Indonesia, tak ada satu pun pembeli yang menghampiri toko kecil di depan rumahnya. Ibu satu anak ini pun bingung bukan main lantaran bisnis tersebut hanya satu-satunya sumber penghasilan, meski memang dirinya mendapatkan sedikit tambahan pendapatan dari berjualan pulsa kepada kerabat dekat.
Hampir kehabisan akal, Pinkan pun mulai mengambil foto salah satu pakaiannya untuk diunggah dalam salah satu media sosial dan menjualnya, layaknya beberapa temannya yang menggunakan cara tersebut saat COVID-19 melanda. Berselang dua hari kemudian, pakaian tersebut laku terjual kepada teman SMA Pinkan yang sudah lama tak bersua.
Dari keberhasilan penjualan satu pasang baju tersebut, Pinkan semakin bersemangat untuk terus menjual pakaiannya melalui media sosial sembari harus berdiam diri di rumah karena kebijakan pembatasan. Pada awal berjualan melalui media sosial, dirinya menggunakan jasa transportasi daring atau online untuk mengirim barang yang dijualnya karena pembeli dagangannya masih terjangkau.
Tetapi setelah barang dagangannya semakin laku terjual melalui media sosial dan pembelinya tinggal di kota yang berbeda, Pinkan mulai mempercayakan jasa kurir untuk mengantarkan barang dagangannya. Saat itu, TIKI menjadi pilihan pertamanya karena jasa ekspedisi dan kurir tersebut sudah lama dikenal Pinkan sejak kecil.
"Apalagi semenjak melakukan ekspansi pasar dari media sosial yang rata-rata teman saja ke e-commerce yang banyak orang tidak dikenal, mau tidak mau harus memakai jasa kurir. TIKI langganan saya sejak dahulu mulai dari kirim barang ke orang tua di kampung sampai sekarang untuk berbisnis selama pandemi," ucap Pinkan.
Dia mengaku sangat senang dengan layanan TIKI yang bisa menjangkau hingga ke wilayah terpencil Indonesia, pasalnya beberapa saudaranya yang juga membeli pakaian dari toko online Pinkan mayoritas berada di daerah Jawa pelosok.
Tak hanya berhenti dengan menggunakan jasa kurir untuk berjualan, Pinkan pun menambah bisnis dengan membuka gerai TIKI di toko pakaiannya. Dengan demikian ia tak perlu lagi repot-repot untuk pergi ke gerai TIKI yang berada di luar komplek rumahnya untuk mengirimkan barang dagangannya.
Selain membantu keberlangsungan usaha UMKM, pengalaman Pinkan tersebut menjadi bukti nyata bahwa jasa kurir menjadi salah satu pilihan bisnis yang menarik di tengah pandemi, baik untuk pelaku usaha, pemuda, hingga ibu rumah tangga.
Peluang
Adapun PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) turut membuka peluang bagi seluruh masyarakat untuk memiliki bisnis franchise atau waralaba jasa kurir, dengan fleksibilitas bisnis dengan pembagian keuntungan yang transparan dan sangat menarik.
Terdapat dua jenis waralaba yang ditawarkan, yaitu TIKI Gerai dan TIKI Booth dengan besaran komisi harian sebesar 21 persen dari total omzet per hari dan tambahan bonus dari pencapaian omzet selama satu bulan dengan perhitungan persentase hingga mencapai enam persen, dengan total pendapatan mencapai 27 persen.
Untuk jumlah modal yang perlu dipersiapkan pun tergolong ringan, yakni dengan kisaran Rp10 juta sampai Rp17,5 juta untuk biaya kemitraan. Hingga saat ini, TIKI telah memiliki lebih dari 3.700 mitra bisnis yang bergabung dan tumbuh bersama.
Selama masa pandemi, terjadi peningkatan volume pengiriman melalui TIKI sebanyak 10 persen sampai 15 persen. Kenaikan kinerja tersebut menopang bisnis UMKM serta membantu meningkatkan pendapatan kurir.
Jasa kurir yang kian diminati di masa pandemi juga didorong percepatan digitalisasi di Tanah Air, utamanya peningkatan transaksi e-commerce.
Laporan e-Conomy SEA 2021 oleh Temasek, Google, serta Bain & Company mencatat pertumbuhan perdagangan online di Indonesia tahun 2021 mencapai 53 miliar dolar AS atau naik 52 persen dibanding nilai pada 2020, yang sebesar 35 miliar dolar AS.
“TIKI telah menjalankan konsep waralaba sejak awal berdiri. Hingga saat ini kami terus memegang nilai bahwa bisnis waralaba yang sehat adalah bisnis dimana perusahaan dan mitra waralabanya bertumbuh bersama, berbagi nilai perusahaan yang sama, dan memiliki nilai kepemilikan yang sama besarnya," kata Direktur Utama TIKI Yulina Hastuti.
Dengan membuka bisnis gerai TIKI, UMKM bisa memiliki penghasilan tambahan dan biaya yang lebih murah dibanding harus pergi ke gerai TIKI orang lain untuk mengirimkan barang dagangannya. Pada akhirnya roda bisnis UMKM yang terus berputar akan berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kemudian sebanyak 39 persen responden lainnya menilai penggunaan jasa kurir sedikit meningkat, 13 persen responden menyatakan penggunaan jasa kurir tak berubah, empat persen responden mengaku penggunaan jasa kurir sedikit menurun, dan lima persen responden mengatakan penggunaan jasa kurir menurun signifikan.
Survei tersebut turut mencatat sebanyak 85,2 persen responden atau mayoritas menggunakan jasa kurir untuk mengirim barang belanjaan dari e-commerce. Sementara 50,8 persen responden mengaku menggunakan jasa kurir untuk mengirim barang belanjaan secara daring dari media sosial.
Dalam memilih jasa kurir, dua hal yang menjadi pertimbangan utama responden adalah keterjangkauan harga dan waktu pengiriman yang cepat.
Pingkan Ataya (38) merupakan salah satu dari sekian banyak pelaku usaha yang sangat terbantu dengan adanya jasa kurir selama pandemi. Menggantungkan kehidupannya pada bisnis pakaian yang tak terlalu besar, usahanya cukup sukses sebelum COVID-19 melanda.
Namun saat pandemi menghampiri Indonesia, tak ada satu pun pembeli yang menghampiri toko kecil di depan rumahnya. Ibu satu anak ini pun bingung bukan main lantaran bisnis tersebut hanya satu-satunya sumber penghasilan, meski memang dirinya mendapatkan sedikit tambahan pendapatan dari berjualan pulsa kepada kerabat dekat.
Hampir kehabisan akal, Pinkan pun mulai mengambil foto salah satu pakaiannya untuk diunggah dalam salah satu media sosial dan menjualnya, layaknya beberapa temannya yang menggunakan cara tersebut saat COVID-19 melanda. Berselang dua hari kemudian, pakaian tersebut laku terjual kepada teman SMA Pinkan yang sudah lama tak bersua.
Dari keberhasilan penjualan satu pasang baju tersebut, Pinkan semakin bersemangat untuk terus menjual pakaiannya melalui media sosial sembari harus berdiam diri di rumah karena kebijakan pembatasan. Pada awal berjualan melalui media sosial, dirinya menggunakan jasa transportasi daring atau online untuk mengirim barang yang dijualnya karena pembeli dagangannya masih terjangkau.
Tetapi setelah barang dagangannya semakin laku terjual melalui media sosial dan pembelinya tinggal di kota yang berbeda, Pinkan mulai mempercayakan jasa kurir untuk mengantarkan barang dagangannya. Saat itu, TIKI menjadi pilihan pertamanya karena jasa ekspedisi dan kurir tersebut sudah lama dikenal Pinkan sejak kecil.
"Apalagi semenjak melakukan ekspansi pasar dari media sosial yang rata-rata teman saja ke e-commerce yang banyak orang tidak dikenal, mau tidak mau harus memakai jasa kurir. TIKI langganan saya sejak dahulu mulai dari kirim barang ke orang tua di kampung sampai sekarang untuk berbisnis selama pandemi," ucap Pinkan.
Dia mengaku sangat senang dengan layanan TIKI yang bisa menjangkau hingga ke wilayah terpencil Indonesia, pasalnya beberapa saudaranya yang juga membeli pakaian dari toko online Pinkan mayoritas berada di daerah Jawa pelosok.
Tak hanya berhenti dengan menggunakan jasa kurir untuk berjualan, Pinkan pun menambah bisnis dengan membuka gerai TIKI di toko pakaiannya. Dengan demikian ia tak perlu lagi repot-repot untuk pergi ke gerai TIKI yang berada di luar komplek rumahnya untuk mengirimkan barang dagangannya.
Selain membantu keberlangsungan usaha UMKM, pengalaman Pinkan tersebut menjadi bukti nyata bahwa jasa kurir menjadi salah satu pilihan bisnis yang menarik di tengah pandemi, baik untuk pelaku usaha, pemuda, hingga ibu rumah tangga.
Peluang
Adapun PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) turut membuka peluang bagi seluruh masyarakat untuk memiliki bisnis franchise atau waralaba jasa kurir, dengan fleksibilitas bisnis dengan pembagian keuntungan yang transparan dan sangat menarik.
Terdapat dua jenis waralaba yang ditawarkan, yaitu TIKI Gerai dan TIKI Booth dengan besaran komisi harian sebesar 21 persen dari total omzet per hari dan tambahan bonus dari pencapaian omzet selama satu bulan dengan perhitungan persentase hingga mencapai enam persen, dengan total pendapatan mencapai 27 persen.
Untuk jumlah modal yang perlu dipersiapkan pun tergolong ringan, yakni dengan kisaran Rp10 juta sampai Rp17,5 juta untuk biaya kemitraan. Hingga saat ini, TIKI telah memiliki lebih dari 3.700 mitra bisnis yang bergabung dan tumbuh bersama.
Selama masa pandemi, terjadi peningkatan volume pengiriman melalui TIKI sebanyak 10 persen sampai 15 persen. Kenaikan kinerja tersebut menopang bisnis UMKM serta membantu meningkatkan pendapatan kurir.
Jasa kurir yang kian diminati di masa pandemi juga didorong percepatan digitalisasi di Tanah Air, utamanya peningkatan transaksi e-commerce.
Laporan e-Conomy SEA 2021 oleh Temasek, Google, serta Bain & Company mencatat pertumbuhan perdagangan online di Indonesia tahun 2021 mencapai 53 miliar dolar AS atau naik 52 persen dibanding nilai pada 2020, yang sebesar 35 miliar dolar AS.
“TIKI telah menjalankan konsep waralaba sejak awal berdiri. Hingga saat ini kami terus memegang nilai bahwa bisnis waralaba yang sehat adalah bisnis dimana perusahaan dan mitra waralabanya bertumbuh bersama, berbagi nilai perusahaan yang sama, dan memiliki nilai kepemilikan yang sama besarnya," kata Direktur Utama TIKI Yulina Hastuti.
Dengan membuka bisnis gerai TIKI, UMKM bisa memiliki penghasilan tambahan dan biaya yang lebih murah dibanding harus pergi ke gerai TIKI orang lain untuk mengirimkan barang dagangannya. Pada akhirnya roda bisnis UMKM yang terus berputar akan berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022
Tags: