Jakarta (ANTARA) - Banyak bangunan tua yang menjadi saksi bisu perjalanan bangsa Indonesia, beberapa diantaranya kini beralih fungsi menjadi hotel.
Bangunan-bangunan tersebut masih terawat dengan baik, bahkan hotel pun masih beroperasi hingga hari ini. Berikut ini lima hotel yang dialihfungsikan dari gedung bersejarah di Indonesia.
Baca juga: The Warehouse Hotel; keramahtamahan, sejarah & konservasi
1. The Hermitage Jakarta
Dari tampak luar sudah terlihat bahwa gedung hotel The Hermitage Jakarta adalah peninggalan zaman kolonial Belanda. Diikuti dari siaran pers Pegipegi, Sabtu, gedung ini dibangun pada 1920 sebagai pusat telekomunikasi pemerintah Hindia Belanda, Telefoongebouw.
Beberapa tahun setelah Telefoongebouw, bangunan yang terletak di Cikini ini digunakan sebagai kantor pemerintahan. Pada 1999, lokasi tersebut menjadi Universitas Bung Karno, namun, tidak bertahan lama.
Baru pada 2008 gedung ini berubah menjadi penginapan sambil mempertahankan nilai sejarahnya, terutama dari gaya bangunan dan interior.
Tujuh tahun kemudian, perusahaan Tribute Portofolio mengambil alih kepemilikannya dan mengubahnya menjadi hotel The Hermitage Jakarta.
Baca juga: Kampung bernilai sejarah di Semarang kian punah
2. Horison Arcadia Surabaya
Gedung yang kini menjadi hotel Horison Arcadia Surabaya dulu merupakan kantor perusahaan bidang perkebunan milik Belanda, Geo Wehry & co, dibangun pada 1916.
Setelah penjajahan Belanda berakhir, gedung ini sempat tidak terurus. Pada 2017 Grup Brasali mengambil alih kepemilikannya dan mengubahnya menjadi hotel.
Bangunan ini direnovasi, namun, mempertahankan bagian fasad dengan ciri khas bata dan warna merah marun.
Baca juga: Keio Plaza Hotel Tokyo gandeng National Noh Theatre perkenalkan budaya Noh kepada dunia
3. Hotel Salak The Heritage
Gedung hotel ikonik di Kota Bogor, Jawa Barat, ini pada zaman dahulu merupakan tempat istirahat Gubernur Jenderal VOC dan pejabat pemerintahan Belanda.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang, gedung itu menjadi markas militer Jepang. Setelah merdeka, Indonesia menguasai gedung tersebut.
Bangunan ini digunakan untuk pemerintahan Indonesia, baru pada 1998 beralih fungsi menjadi Hotel Salak The Heritage. Penginapan ini tidak jauh dari Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor.
Baca juga: Keio Plaza Hotel Tokyo gelar pameran budaya “Staying Cool in Summer – Japanese Wisdom and Beauty”
4. Sriwijaya Hotel Jakarta
Bangunan ini berdiri sejak 1863, berupa toko roti milik seseorang bernama Conrad Alexander Willem Cavadino. Toko tersebut menjual aneka cokelat, permen, cerutu tradisional Belanda, anggur dan bahan makanan berkualitas terbaik.
Lokasi toko berada di Rijswijk dan Citadelweg, sekarang bernama Jalan Veteran dan Jalan Veteran I. Toko ini merupakan kesukaan para bangsawan.
Saking populernya, sang pemilik mengubahnya menjadi hotel, bernama Hotel Cavadino. Orang-orang kaya datang menginap untuk merasakan suasana kota yang asri dan menikmati roti buatan Cavadino.
Hotel ini berubah nama menjadi Hotel du Lion d'Or pada 1899, bertahan selama 42 tahun. Nama hotel berubah lagi menjadi Park Hotel.
Sejak 1950an, namanya menjadi Hotel Sriwijaya.
Baca juga: Hotel di Bandarlampung wajib putar lagu daerah
5. Hotel Lengkong GKPRI
Sejarah mencatat bangunan warisan Belanda ini digunakan sebagai Gedung Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (GKPRI). Masalah biaya menyebabkan koperasi terpuruk dan bangunan sempat terbengkalai.
Pemerintah kemudian mengambil alih gedung ini untuk tempat pendidikan.
Pada Agustus 2004, gedung GKPRI menjadi penginapan bernama Hotel Lengkong, diambil dari nama Jalan Lengkong Besar, Bandung, Jawa Barat, tempat hotel berada.
Hotel ini tercatat sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi, sambil dioperasikan sebagai hotel sampai hari ini.
Baca juga: Hotel ini sediakan jasa pijat tradisional China untuk anjing peliharaan tamu
Baca juga: Hotel Dukung Revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta
Baca juga: Orang tua berharap bisa ajak anak berenang di hotel
Lima hotel ini peninggalan sejarah Indonesia
20 Agustus 2022 11:34 WIB
Kompilasi foto hotel The Hermitage Jakarta. (ANTARA/HO Pegipegi)
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022
Tags: