Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tercatat menerima sebanyak 792 aduan masyarakat sebagai konsumen dari 1 Januari hingga 12 Agustus 2022.

Ketua BPKN Rizal E Halim menyampaikan bahwa aduan konsumen terbanyak terdapat pada sektor jasa keuangan dan e-commerce.

"Aduan ini masih didominasi oleh sektor jasa keuangan dan e-commerce, seperti pada tahun 2021 lalu," kata Rizal dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Jumat.

Rizal menjelaskan, berdasarkan data Komisi Advokasi BPKN hingga 12 Agustus 2022, terdapat 327 aduan terkait jasa keuangan, 139 aduan terkait e-commerce, 104 aduan terkait perumahan, 80 aduan lain-lain, 45 aduan jasa telekomunikasi, 41 aduan jasa transportasi, dan 56 aduan di sektor lainnya.

Ia menyebut, total kerugian konsumen per 12 Agustus 2022 mencapai Rp1,27 triliun.

Baca juga: BPKN catat pelanggaran hak konsumen timbulkan kerugian Rp3,8 miliar

Adapun pada tahun 2021, BPKN menerima sebanyak 3256 aduan konsumen dengan jumlah terbanyak di antaranya sektor jasa keuangan sebanyak 2.158 aduan, e-commerce 508 aduan, perumahan 254 aduan, lain-lain 137 aduan, dan sektor lain sebanyak 199 aduan dengan total kerugian konsumen mencapai Rp2,45 triliun.

"Yang terus kami coba advokasi adalah dengan melakukan pendampingan pada korban, termasuk soal jual beli kavling bodong di Batam. Selain itu juga kami memberi rekomendasi terkait harga tiket pesawat yang banyak dikeluhkan masyarakat," ujarnya.

Lebih lanjut, Rizal mengungkapkan, isu terkini yang tengah dihadapi oleh BPKN pada Agustus 2022 ada pada persoalan investasi bodong, robot trading, asuransi, bedak bayi terkontaminasi, kemasan plastik berbahaya, mafia tanah, kenaikan harga tiket pesawat, hingga krisis pangan global.

Ia menambahkan, masyarakat sebagai konsumen diimbau agar melaporkan aduan kepada BPKN apabila merasa dirugikan oleh suatu produk atau jasa, alih-alih menyebarluaskan keluhan melalui media sosial.

"Kalau ada sesuatu tolong sampaikan ke BPKN, jangan sampai terjebak pada Pasal 14 Ayat 1 UU ITE karena nanti pencemaran nama baik. Itu sering terjadi karena konsumen marah sehingga lupa posting sesuatu yang berisiko," katanya.

Baca juga: BPKN nilai kesadaran masyarakat terhadap hak konsumen mulai tumbuh

Baca juga: BPKN: Sanksi tegas oknum pengusaha pelanggar kebijakan minyak goreng