Yogyakarta (ANTARA) - Tetenger Markas Gerilya SWK 101/WK III di Kampung Kadipaten Wetan, Kecamatan Keraton, Yogyakarta, yang selesai dipugar bertepatan dengan peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI, diresmikan sekaligus untuk semakin menguatkan simbol dan predikat Yogyakarta sebagai Kota Perjuangan.

"Tetenger ini menjadi pengingat bahwa ada markas gerilya di wilayah ini dan bagaimana masyarakat turut terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan," kata Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi saat meresmikan Tetenger Markas Gerilya SWK 101/WK III di Yogyakarta, Jumat.

Selain untuk mengingatkan masyarakat tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan, lanjut Sumadi, keberadaan tetenger tersebut juga semakin meneguhkan Yogyakarta sebagai Kota Perjuangan.

Ia pun menyarankan agar keberadaan tetenger tersebut terus disosialisasikan sehingga lebih banyak dikenal masyarakat bahkan bisa dikembangkan sebagai lokasi tujuan wisata sejarah.

"Perlu tambahan narasi sehingga masyarakat atau wisatawan mampu memahami sejarah perjuangan pada saat itu. Narasi yang baik akan meningkatkan minat masyarakat untuk datang berkunjung ke lokasi keberadaan tetenger," katanya.

Sumadi melanjutkan generasi muda dapat dilibatkan untuk menyusun narasi yang baik dan menarik hingga kemudian disosialisasikan melalui berbagai platform media sosial.

Dengan demikian, potensi tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengembangkan wisata sejarah di Kampung Kadipaten Wetan.

"Kota Yogyakarta tidak memiliki daya tarik berupa wisata alam, sudah kalah dibanding kabupaten lain di DIY. Tetapi, Kota Yogyakarta memiliki keunggulan pada wisata berbasis sosiokultural. Ini yang terus kami kembangkan," katanya.

Sumadi meyakini wisata sosiokultural memiliki keunggulan karena tidak mudah membuat wisatawan merasa bosan untuk berkunjung berulang kali.

"Saat ini, banyak wisatawan yang memiliki keinginan untuk bisa merasakan langsung pengalaman sejarah dan budaya di lingkungan masyarakat," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kadipaten Gardani mengatakan renovasi tetenger dibiayai melalui dana strategis kelurahan.

"Dulu, hanya tertempel di tembok rumah, sekarang sudah direnovasi dan dilengkapi dengan semacam diorama yang menceritakan perjuangan bangsa," katanya.

Tetenger tersebut dibangun oleh Paguyuban SWK pada 1995 untuk mengenang perjuangan Sub Wehrkreis (SWK) 101/ Wehrkreis III pada masa pendudukan Belanda, 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949.

Salah satu rumah di kampung tersebut juga menjadi markas SWK 101. "Rumah yang menjadi markas masih ada sampai saat ini. Tidak jauh dari titik tetenger," katanya.

Dalam perjuangan tersebut, dua nama gerilyawan dari SWK 101 yang gugur tertembak pun tercetak pada prasasti tetenger, yaitu Kemis Imam Baskari dan Mur Slamet.

"Ada sejarah yang menarik di kampung ini pada masa perjuangan kemerdekaan, yaitu menjadi tempat persembunyian istri Jenderal Sudirman yang waktu itu menggunakan nama samaran Bu Cokro," katanya.

Ia pun meyakini jika keberadaan tetenger tersebut mampu menarik minat wisatawan untuk datang.