Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menyatakan tingkat inflasi pada Juli 2022 masih tertahan di level 4,94 persen karena masih didukung alokasi subsidi yang diberikan pemerintah.

Dalam sambutannya pada pembukaan Rakornas Pengendalian Inflasi 2022 di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa inflasi tersebut masih didukung dengan tidak naiknya harga BBM, listrik dan elpiji, di tengah krisis energi yang dihadapi dunia.

"Angka inflasi di 4,94 persen tadi masih didukung dengan ketidaknaikan, tidak naiknya harga BBM kita, pertalite, pertamax, solar, elpiji, listrik, itu bukan harga sebenarnya, bukan harga keekonomian itu, harga yang disubsidi pemerintah," kata Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.

Presiden menjelaskan bahwa Pemerintah memberikan subsidi energi sebesar Rp502 triliun untuk menahan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berpotensi meningkatkan laju inflasi.

Dalam kesempatan sebelumnya, Presiden juga menyinggung bahwa secara keekonomian, harga pertalite seharusnya sudah mencapai Rp17.100 per liter.

Namun di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah masih mempertahankan harga pertalite sebesar Rp7.650 per liter.

Di sisi lain, Presiden khawatir APBN tidak selalu kuat untuk mengalokasikan subsidi demi menjaga laju inflasi.

"Harga yang disubsidi pemerintah yang besarnya subsidinya Rp502 triliun, angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu untuk menahan agar inflasi tidak tinggi, tapi apakah terus menerus APBN akan kuat," kata Presiden.

Dalam sambutannya, Presiden juga menekankan bahwa tingkat inflasi Indonesia masih lebih terjaga dibandingkan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen, Uni Eropa sebesar 8,9 persen, bahkan Turki sudah mencapai 79,6 persen.

Baca juga: Presiden minta menteri segera kendalikan harga tiket pesawat

Baca juga: Gubernur BI: Inflasi pada tahun 2023 berisiko lebihi 4 persen

Baca juga: Presiden minta daerah pakai anggaran tidak terduga untuk tekan inflasi

Baca juga: Komisi XI DPR RI ingatkan soal inflasi tinggi pada APBN 2023