Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Suprijanto menekankan pentingnya penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun) dalam rangka membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki hunian.

"Penerbitan SKBG Sarusun diperlukan dalam rangka pertama mendorong skema penyediaan tanah untuk pembangunan rusun dengan pendayagunaan tanah wakaf dan pemanfaatan Barang Milik Negara atau Daerah dengan cara sewa," ujar Iwan dalam sambutannya pada pembukaan Hari Perumahan Nasional Tahun 2022 sebagaimana dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Dia juga mengatakan, SKBG Sarusun memberikan kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan sertifikat kepemilikan berjangka waktu dan dapat dijadikan jaminan fidusia.

Selain itu, menjangkau kemampuan MBR untuk memiliki rusun umum SKBG dengan harga lebih rendah karena komponen tanah hanya memperhitungkan tarif sewa, bukan harga beli.

Pemerintah tetap memiliki jaminan atas kepemilikan aset. Artinya kepemilikan atas aset tersebut tidak lepas.

Pengaturan terkait SKBG Sarusun yang telah tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun sebagai pengaturan yang lebih teknis telah terbit Peraturan Menteri (Permen) PUPR Nomor 17 Tahun 2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Penerbitan SKBG Sarusun.

"Kami mengevaluasi setelah setahun diterbitkannya Permen PUPR tersebut, belum terdapat proyek yang mengimplementasikan penerbitan SKBG Sarusun untuk pembangunan rumah susun umum," kata Iwan.

Pentingnya implementasi SKBG Sarusun ini dilatarbelakangi oleh sejumlah permasalahan dalam mewujudkan hunian di perkotaan bagi MBR yang dihadapi oleh pemangku kepentingan.

Bagi pemerintah, terkait dengan semakin terbatasnya fiskal, banyaknya aset berupa lahan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan, dan pemerintah daerah tidak mampu mengendalikan harga lahan di perkotaan untuk rusun umum milik.

Tantangan bagi pengembang adalah tingginya harga lahan di perkotaan untuk perumahan, khususnya rusun umum milik. Harga rusun umum milik di perkotaan masih belum terjangkau bagi MBR.

Sementara itu, tantangan bagi masyarakat dalam memiliki hunian adalah daya beli MBR tidak menjangkau harga pasar perumahan saat ini. Belum ada mekanisme penilaian terhadap SKBG Sarusun sebagai jaminan fidusia.

Baca juga: Kementerian PUPR dapat pagu anggaran 2023 sebesar Rp125,2 triliun

Baca juga: Kementerian PUPR serahterimakan rusun pekerja KEK Tanjung Lesung

Baca juga: Kementerian PUPR manfaatkan lahan 3,2 ha di Bandung guna bangun rusun