Pidato RAPBN 2023
Indef sebut rasio belanja APBN untuk produk dalam negeri perlu dibuat
16 Agustus 2022 19:53 WIB
Tangkapan layar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi “Arah Kebijakan Anggaran dan Ekonomi di Tahun Politik” daring, Selasa (16/8/2022). (ANTARA/Sanya Dinda)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyebut pemerintah perlu membuat rasio berapa banyak belanja barang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk pembelian produk dalam negeri.
“Perlu ada asumsi di APBN, sudah berapa persen dari belanja barang di APBN yang digunakan untuk membeli produk dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tertentu, misalnya 30 atau 35 persen,” kata Heri dalam diskusi “Arah Kebijakan Anggaran dan Ekonomi di Tahun Politik” daring, Selasa.
Belanja pegawai dalam RAPBN 2023 yang senilai Rp379,29 miliar diharapkan dapat menyerap produk-produk hasil hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri.
“Karena kalau hilirisasi industri menghasilkan produk akhir yang tidak ada yang membeli, investor menjadi enggan berinvestasi lagi. Jadi pasar harus diciptakan, salah satunya dengan menggunakan belanja barang APBN untuk membeli produk hilirisasi itu,” imbuhnya.
Dengan menciptakan pasar, industri manufaktur dapat bertumbuh lebih tinggi sehingga berkontribusi lebih besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pasalnya kontribusi manufaktur terhadap PBD mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir dari sekitar 23 persen menjadi 19,7 persen.
“Penurunan kontribusi industri atau deindustrialisasi adalah fenomena yang pasti akan terjadi, khususnya di negara maju. Namun, kalau kita lihat, deindustrialisasi di Indonesia terjadi terlalu dini,” ujarnya.
Di Indonesia de-industrialisasi diperkirakan terjadi karena penetrasi barang konsumsi impor, penerapan perkembangan teknologi yang lamban, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas, biaya input industri seperti biaya bahan baku, biaya energi, biaya logistik, dan biaya tenaga kerja yang mahal.
“Ini hal-hal yang harus dibenahi apabila kita ingin konsisten terus melakukan hilirisasi dan industrialisasi SDA. Serta harus dikedepankan bagaimana investasi yang masuk bisa semakin panjang mata rantainya, bisa meningkatkan produktivitas di hilirisasi, dengan memastikan investasi terjadi dari hulu sampai hilir,” katanya.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraannya, Presiden Jokowi mengatakan akan memfokuskan APBN 2023 antara lain untuk melaksanakan revitalisasi industri, dengan mendorong hilirisasi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi dan berbasis ekspor.
Baca juga: Sri Mulyani: RAPBN 2023 siap respons risiko ketidakpastian global
Baca juga: Indef sebut pemerintah perlu perluas basis pajak pada 2023
Baca juga: Ekonom: Dorong konsumsi dan investasi untuk capai target ekonomi 2023
“Perlu ada asumsi di APBN, sudah berapa persen dari belanja barang di APBN yang digunakan untuk membeli produk dengan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tertentu, misalnya 30 atau 35 persen,” kata Heri dalam diskusi “Arah Kebijakan Anggaran dan Ekonomi di Tahun Politik” daring, Selasa.
Belanja pegawai dalam RAPBN 2023 yang senilai Rp379,29 miliar diharapkan dapat menyerap produk-produk hasil hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri.
“Karena kalau hilirisasi industri menghasilkan produk akhir yang tidak ada yang membeli, investor menjadi enggan berinvestasi lagi. Jadi pasar harus diciptakan, salah satunya dengan menggunakan belanja barang APBN untuk membeli produk hilirisasi itu,” imbuhnya.
Dengan menciptakan pasar, industri manufaktur dapat bertumbuh lebih tinggi sehingga berkontribusi lebih besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Pasalnya kontribusi manufaktur terhadap PBD mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir dari sekitar 23 persen menjadi 19,7 persen.
“Penurunan kontribusi industri atau deindustrialisasi adalah fenomena yang pasti akan terjadi, khususnya di negara maju. Namun, kalau kita lihat, deindustrialisasi di Indonesia terjadi terlalu dini,” ujarnya.
Di Indonesia de-industrialisasi diperkirakan terjadi karena penetrasi barang konsumsi impor, penerapan perkembangan teknologi yang lamban, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas, biaya input industri seperti biaya bahan baku, biaya energi, biaya logistik, dan biaya tenaga kerja yang mahal.
“Ini hal-hal yang harus dibenahi apabila kita ingin konsisten terus melakukan hilirisasi dan industrialisasi SDA. Serta harus dikedepankan bagaimana investasi yang masuk bisa semakin panjang mata rantainya, bisa meningkatkan produktivitas di hilirisasi, dengan memastikan investasi terjadi dari hulu sampai hilir,” katanya.
Sebelumnya, dalam pidato kenegaraannya, Presiden Jokowi mengatakan akan memfokuskan APBN 2023 antara lain untuk melaksanakan revitalisasi industri, dengan mendorong hilirisasi untuk meningkatkan aktivitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi dan berbasis ekspor.
Baca juga: Sri Mulyani: RAPBN 2023 siap respons risiko ketidakpastian global
Baca juga: Indef sebut pemerintah perlu perluas basis pajak pada 2023
Baca juga: Ekonom: Dorong konsumsi dan investasi untuk capai target ekonomi 2023
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: