KAHMI Tabalong minta BPD tolak APBDes tidak transparan
11 Agustus 2022 16:58 WIB
Majelis Daerah Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Tabalong, Kalimantan Selatan meminta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menolak rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes) yang diajukan oleh pemerintahan desa kalau tidak transparan. Imam Hanafi/ANTARA FOTO
Tabalong (ANTARA) - Majelis Daerah Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Tabalong, Kalimantan Selatan meminta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menolak rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa (RAPBDes) yang diajukan oleh pemerintahan desa kalau tidak transparan.
"Kalau rancangan APBDes tidak transparan, pengawasan tidak akan berjalan dengan baik. Karena itu jika tidak jelas, tolak saja, itu wujud tanggungjawab pengawasan dan wujud kehadiran BPD itu ada sebagai penjelmaan masyarakat desa," kata Koordinator Presidium KAHMI Tabalong, Muryadie, Kamis.
Transparansi penyusunan RAPBDes dinilai menjadi tonggak awal fungsi pengawasan dan kontrol yang dimiliki oleh BPD dapat dilakukan secara akuntabel.
Muryadie menyoroti, APBDes di Kabupaten Tabalong memerlukan pengawasan dari BPD yang sadar dan paham akan fungsinya sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan desa.
Hal itu menjadi penting agar APBDes yang berorientasi kepada masyarakat di desa tidak dibagi-bagi untuk banyak kepentingan.
"APBDes itu angkanya tidak besar. Karena tidak besar harus dijaga dari penggunaan yang menyimpang untuk hal yang tidak perlu," jelas Presidium KAHMI Tabalong.
Penyelenggaraan pemerintahan desa juga disoroti oleh Pemerhati Politik Banua, Kadarisman.
Ia menilai kerap terjadi benturan tidak produktif antara Kepala Desa dengan BPD lantaran belum baiknya pemahaman kedua belah pihak terhadap fungsi masing-masing.
Kadarisman meminta pemerintah daerah kabupaten dapat memperhatikan aspek pembinaan yang berimbang terhadap Kepala Desa dan juga BPD, agar atmosfir demokrasi pemerintahan desa dapat dijalankan berlandaskan aturan normatifnya.
"Pemda kerap hanya memberi perhatian meningkatkan kapasitas kepala desa dan aparaturnya namun melupakan anggota BPD," ungkap Kadarisman.
Demikian juga dalam penganggaran APBDes, BPD dianggap instrumen penyelenggara pemerintahan desa kelas dua, padahal setara, hanya dibedakan pada fungsinya saja Kepala desa dikatakannya, bukan superioritas bagi BPD dan begitu sebaliknya.
Kedua lembaga desa itu mitra setara yang mesti mampu berjalan beriringan dengan berbagi peran sesuai dengan fungsinya dengan satu tujuan mengawal APBDes berorientasi kepada hasil bagi masyarakat desa.
"Jangan kebanyakan pos belanja barang dan jasa. Bikin sosialisasi ini dan itu, tapi tidak menyentuh kepentingan masyarakat," tegas Kadarisman.
"Kalau rancangan APBDes tidak transparan, pengawasan tidak akan berjalan dengan baik. Karena itu jika tidak jelas, tolak saja, itu wujud tanggungjawab pengawasan dan wujud kehadiran BPD itu ada sebagai penjelmaan masyarakat desa," kata Koordinator Presidium KAHMI Tabalong, Muryadie, Kamis.
Transparansi penyusunan RAPBDes dinilai menjadi tonggak awal fungsi pengawasan dan kontrol yang dimiliki oleh BPD dapat dilakukan secara akuntabel.
Muryadie menyoroti, APBDes di Kabupaten Tabalong memerlukan pengawasan dari BPD yang sadar dan paham akan fungsinya sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan desa.
Hal itu menjadi penting agar APBDes yang berorientasi kepada masyarakat di desa tidak dibagi-bagi untuk banyak kepentingan.
"APBDes itu angkanya tidak besar. Karena tidak besar harus dijaga dari penggunaan yang menyimpang untuk hal yang tidak perlu," jelas Presidium KAHMI Tabalong.
Penyelenggaraan pemerintahan desa juga disoroti oleh Pemerhati Politik Banua, Kadarisman.
Ia menilai kerap terjadi benturan tidak produktif antara Kepala Desa dengan BPD lantaran belum baiknya pemahaman kedua belah pihak terhadap fungsi masing-masing.
Kadarisman meminta pemerintah daerah kabupaten dapat memperhatikan aspek pembinaan yang berimbang terhadap Kepala Desa dan juga BPD, agar atmosfir demokrasi pemerintahan desa dapat dijalankan berlandaskan aturan normatifnya.
"Pemda kerap hanya memberi perhatian meningkatkan kapasitas kepala desa dan aparaturnya namun melupakan anggota BPD," ungkap Kadarisman.
Demikian juga dalam penganggaran APBDes, BPD dianggap instrumen penyelenggara pemerintahan desa kelas dua, padahal setara, hanya dibedakan pada fungsinya saja Kepala desa dikatakannya, bukan superioritas bagi BPD dan begitu sebaliknya.
Kedua lembaga desa itu mitra setara yang mesti mampu berjalan beriringan dengan berbagi peran sesuai dengan fungsinya dengan satu tujuan mengawal APBDes berorientasi kepada hasil bagi masyarakat desa.
"Jangan kebanyakan pos belanja barang dan jasa. Bikin sosialisasi ini dan itu, tapi tidak menyentuh kepentingan masyarakat," tegas Kadarisman.
Pewarta: Imam Hanafi/herlinalasmianti
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022
Tags: