BRIN: Corporate farming dukung keberlanjutan pasokan pangan
10 Agustus 2022 19:22 WIB
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko berbicara dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-27 dengan tema Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Soekarno di Cibinong di Jawa Barat, Rabu (10/8/2022). ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong corporate farming atau pertanian skala besar untuk mendukung produksi masif dan berkualitas bagi keberlanjutan pasokan pangan dalam rangka mengurangi impor dan mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
"Kita itu tetap harus ada namanya corporate farming yang skalanya itu skala corporate tidak bisa bersandar hanya pada petani individu, peternak individu karena ini populasi terlalu besar, jadi contohnya ayam dan telur sudah jadi corporate," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-27 dengan tema Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi di KST Soekarno di Cibinong, Jawa Barat, Rabu.
Baca juga: Pertani: "Corporate farming" jagung menjaga kesejahteraan petani
Handoko menuturkan, dengan mengembangkan dan melakukan corporate farming bukan pertanian skala individu, maka harga komoditas pangan akan stabil sehingga tidak perlu impor karena produksi dalam skala besar dapat menjamin pasokan bagi populasi Indonesia yang banyak.
"Kalau individu kan tergantung, jadi sangat fluktuatif, jadi tidak mungkin karena ini terlalu besar penduduknya," tuturnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia dukung produktivitas pertanian lewat Corporate Farming
Corporate farming juga harus didukung dengan kontrol kualitas yang berkelanjutan sehingga memenuhi kebutuhan dalam negeri baik untuk masyarakat maupun industri.
"Tapi karena sudah jadi corporate farming, harga kan stabil kita tidak perlu impor bahkan bisa ekspor kan sebenarnya," ujarnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia kembangkan Program Agro Solution sejahterakan petani
Oleh karena itu, untuk komoditas yang masih diimpor, harus didorong pengembangan corporate farming. Saat ini, jagung masih diimpor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
"Kalau untuk bungkil jagung untuk pakan ternak untuk industri itu harus corporate jagung yang korporasi yang skala besar," tuturnya.
Baca juga: BI: Inflasi pangan bakal turun mulai Agustus didorong kenaikan pasokan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mendorong produksi jagung di lahan-lahan baru di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan Utara
"Dengan total lahan seluas 141 ribu hektare, dan 86 ribu hektare merupakan lahan baru," ujar Airlangga. **3***
Baca juga: Kemendag: Tantangan pangan punya sisi positif dan negatif bagi RI
"Kita itu tetap harus ada namanya corporate farming yang skalanya itu skala corporate tidak bisa bersandar hanya pada petani individu, peternak individu karena ini populasi terlalu besar, jadi contohnya ayam dan telur sudah jadi corporate," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-27 dengan tema Riset dan Inovasi untuk Kedaulatan Pangan dan Energi di KST Soekarno di Cibinong, Jawa Barat, Rabu.
Baca juga: Pertani: "Corporate farming" jagung menjaga kesejahteraan petani
Handoko menuturkan, dengan mengembangkan dan melakukan corporate farming bukan pertanian skala individu, maka harga komoditas pangan akan stabil sehingga tidak perlu impor karena produksi dalam skala besar dapat menjamin pasokan bagi populasi Indonesia yang banyak.
"Kalau individu kan tergantung, jadi sangat fluktuatif, jadi tidak mungkin karena ini terlalu besar penduduknya," tuturnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia dukung produktivitas pertanian lewat Corporate Farming
Corporate farming juga harus didukung dengan kontrol kualitas yang berkelanjutan sehingga memenuhi kebutuhan dalam negeri baik untuk masyarakat maupun industri.
"Tapi karena sudah jadi corporate farming, harga kan stabil kita tidak perlu impor bahkan bisa ekspor kan sebenarnya," ujarnya.
Baca juga: Pupuk Indonesia kembangkan Program Agro Solution sejahterakan petani
Oleh karena itu, untuk komoditas yang masih diimpor, harus didorong pengembangan corporate farming. Saat ini, jagung masih diimpor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.
"Kalau untuk bungkil jagung untuk pakan ternak untuk industri itu harus corporate jagung yang korporasi yang skala besar," tuturnya.
Baca juga: BI: Inflasi pangan bakal turun mulai Agustus didorong kenaikan pasokan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mendorong produksi jagung di lahan-lahan baru di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan Utara
"Dengan total lahan seluas 141 ribu hektare, dan 86 ribu hektare merupakan lahan baru," ujar Airlangga. **3***
Baca juga: Kemendag: Tantangan pangan punya sisi positif dan negatif bagi RI
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: