Bandung (ANTARA) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor Soebiantoro alias Bibin menyebutkan adanya pemberian uang dari sejumlah pegawai PUPR kepada auditor BPK tanpa sepengetahuan atasan.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu, Bibin sebagai saksi menegaskan bahwa adanya permintaan uang dari auditor BPK ke DPUPR tidak pernah ada laporan kepada dirinya.

"Anak buah tidak pernah melaporkan," kata Bibin kepada majelis hakim yang dipimpin Hera Kartiningsih.

Menurut Bibin, ketika ada permintaan uang dari BPK, semestinya pegawai DPUPR tidak perlu memenuhi permintaan tersebut.

Kalaupun auditor BPK mendapati temuan pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan harga, menurut dia, tinggal memperbaikinya dengan cara meminta pihak ketiga mengembalikan kelebihan pembayaran.

"Itu beban pengusaha (kalau ada pengembalian dari temuan BPK). Beban penyedia jasa, bukan beban PUPR," katanya.

Gantara Lenggana yang juga Kabid DPUPR memberikan kesaksian bahwa terdakwa Maulana Adam Sekretaris DPUPR tampak dalam tekanan saat menginstruksikan sejumlah anak buahnya agar mengumpulkan uang untuk auditor BPK.

"Beliau mengumpulkan kami, seperti ada beban yang dipikul. Saat itu beban permintaan uang besar dari BPK, kami berembuk," ungkapnya.

Ia mengaku terpaksa ikut memberikan iuran dengan uang pribadi sebanyak tiga kali dengan nominal masing-masing senilai Rp4 juta.

"Saya ingin membantu karena untuk kebersamaan. Ini diberikan untuk BPK. Yang jelas permintaan dari BPK. Itu PUPR iuran," terang Ganatra.

Hal senada juga disampaikan Khairul Amarullah Kasi DPUPR Kabupaten Bogor, Jabar. Dia menyebutkan bahwa terdakwa Adam berpesan kepada dirinya mengenai permintaan uang kepada salah satu kontraktor lantaran adanya permintaan BPK.

"Beliau (Adam) diminta oleh BPK. Pusing waktu itu, intinya ini ada permintaan. Akhirnya kepada Ibu Nani (kontraktor) bahwa ada permintaan dari BPK. Oke katanya," kata Kahirul.

Baca juga: Saksi sebut DPUPR Bogor jadi sasaran pemerasan auditor BPK
Baca juga: KPK hadirkan enam saksi dari PUPR Bogor di sidang dugaan suap BPK


Saksi lainnya, Iwan Setiawan (staf di DPUPR Kabupaten Bogor) sebagai pengepul uang mengatakan bahwa pihaknya memberikan uang tersebut kepada terdakwa Rizki Taufik Hidayat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) di DPUPR Kabupaten Bogor.

Dari Rizki, diserahkan kepada terdakwa Ihsan Ayatullah (Kasubid Kasda BPKAD) yang juga kerap dimintai uang oleh auditor BPK.

Namun, kata dia, satu waktu Iwan mengaku sempat dimarahi oleh terdakwa Adam lantaran uang terlalu besar. Pasalnya, auditor BPK sering kali meminta uang.

"Disalurkan sebesar Rp35 juta kepada Pak Ihsan. Pak Adam marah. Kenapa dikasih sebesar Rp35 juta? Karena nanti ada permintaan lagi dari BPK. Pak Adam berat. Karena alasannya minta-minta lagi," kata Iwan Setiawan.

Ketika hakim memintai tanggapannya, terdakwa Ihsan Ayatullah menyebutkan bahwa pemberian uang tersebut lantaran adanya permintaan dari auditor BPK Hendra Nur Rahmatullah Karwita yang kini berstatus tersangka.

"Perlu saya sampaikan bahwa yang saya sampaikan kepada SKPD adalah permintaan BPK," kata Ihsan.

Pada agenda pemeriksaan saksi-saksi kali ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan enam saksi dari DPUPR Kabupaten Bogor untuk empat terdakwa dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat.

Empat terdakwa tersebut, yakni Bupati nonaktif Ade Yasin, Kasubag Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat.