Ekonom PermataBank optimistis ekonomi tumbuh 5,2 persen pada 2022
10 Agustus 2022 17:40 WIB
Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede dalam Webinar bertajuk "Inflasi dan Bayang-bayang Kenaikan Suku Bunga, Kapan Waktunya Kredit?" di Jakarta, Rabu (10/8/2022). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede optimistis perekonomian Indonesia tumbuh 4,9 persen hingga 5,2 persen pada keseluruhan tahun 2022, jika melihat capaian ekonomi triwulan II yang bertumbuh 5,44 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
"Kalau kita lihat hingga semester I-2022 pertumbuhan ekonomi kita cukup solid dan konsumsi juga kembali ke level 5 persen yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan dari mobilitas masyarakat," ucap Josua dalam Webinar bertajuk "Inflasi dan Bayang-bayang Kenaikan Suku Bunga, Kapan Waktunya Kredit?" di Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup berdaya tahan dibandingkan dengan sebagian besar negara maju yang memang mengalami perlambatan .
Kendati begitu, Josua mengingatkan masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi menyebabkan perekonomian Indonesia menurun, yakni perang Rusia dan Ukraina, tantangan kebijakan zero COVID-19 di Tiongkok, serta kenaikan harga komoditas yang telah mendorong kenaikan inflasi global.
Di saat bersamaan, kenaikan inflasi global itu juga akan mendorong perlambatan ekonomi global.
Akibat berbagai tantangan yang ada, seluruh lembaga internasional baik Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, maupun Bank Pembangunan Asia (ADB), telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun akan cenderung lebih rendah, begitu pula dengan tahun depan.
Lain halnya dengan Indonesia, dirinya berpendapat meski proyeksi ekonomi Indonesia turut dipangkas, pertumbuhan ekonomi domestik hingga akhir tahun ini kemungkinan akan cukup berdaya tahan.
"Tetapi risiko dari inflasi harus kita pertimbangkan karena harga komoditas meski sudah agak landai, masih relatif lebih tinggi dibandingkan 2019. Begitu juga dengan harga kontainer yang masih belum kembali ke kondisi normal," ungkapnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan inflasi global pun cenderung tinggi dan menyebabkan sebagian besar bank sentral global sudah mulai menaikkan suku bunga acuan yang kemungkinan akan mempengaruhi kinerja perekonomian dunia pada semester kedua tahun ini, yang tentunya juga akan mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia.
Dengan demikian, inflasi domestik diperkirakan cenderung akan lebih tinggi dengan pengaruh peningkatan inflasi global, yang pada akhirnya kemungkinan bisa menghambat daya beli masyarakat khususnya di sisa akhir tahun ini.
Baca juga: Bahlil optimistis Indonesia masih jadi tujuan investasi dunia
Baca juga: Ekonom Manulife perkirakan IHSG capai 7600 di akhir 2022
"Kalau kita lihat hingga semester I-2022 pertumbuhan ekonomi kita cukup solid dan konsumsi juga kembali ke level 5 persen yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan dari mobilitas masyarakat," ucap Josua dalam Webinar bertajuk "Inflasi dan Bayang-bayang Kenaikan Suku Bunga, Kapan Waktunya Kredit?" di Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup berdaya tahan dibandingkan dengan sebagian besar negara maju yang memang mengalami perlambatan .
Kendati begitu, Josua mengingatkan masih terdapat beberapa risiko yang berpotensi menyebabkan perekonomian Indonesia menurun, yakni perang Rusia dan Ukraina, tantangan kebijakan zero COVID-19 di Tiongkok, serta kenaikan harga komoditas yang telah mendorong kenaikan inflasi global.
Di saat bersamaan, kenaikan inflasi global itu juga akan mendorong perlambatan ekonomi global.
Akibat berbagai tantangan yang ada, seluruh lembaga internasional baik Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, maupun Bank Pembangunan Asia (ADB), telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun akan cenderung lebih rendah, begitu pula dengan tahun depan.
Lain halnya dengan Indonesia, dirinya berpendapat meski proyeksi ekonomi Indonesia turut dipangkas, pertumbuhan ekonomi domestik hingga akhir tahun ini kemungkinan akan cukup berdaya tahan.
"Tetapi risiko dari inflasi harus kita pertimbangkan karena harga komoditas meski sudah agak landai, masih relatif lebih tinggi dibandingkan 2019. Begitu juga dengan harga kontainer yang masih belum kembali ke kondisi normal," ungkapnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan inflasi global pun cenderung tinggi dan menyebabkan sebagian besar bank sentral global sudah mulai menaikkan suku bunga acuan yang kemungkinan akan mempengaruhi kinerja perekonomian dunia pada semester kedua tahun ini, yang tentunya juga akan mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia.
Dengan demikian, inflasi domestik diperkirakan cenderung akan lebih tinggi dengan pengaruh peningkatan inflasi global, yang pada akhirnya kemungkinan bisa menghambat daya beli masyarakat khususnya di sisa akhir tahun ini.
Baca juga: Bahlil optimistis Indonesia masih jadi tujuan investasi dunia
Baca juga: Ekonom Manulife perkirakan IHSG capai 7600 di akhir 2022
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: