Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan upaya untuk menghadirkan langsung para saksi kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua, pada sidang pengadilan HAM yang akan dilaksanakan di Makassar menjadi tantangan tersendiri.

"Pengadilannya di Makassar dan saksinya ada di Papua. Bagaimana nanti jaksa bisa menghadirkan saksi ini dengan baik? Itu tantangan besar kita," kata Wakil Ketua Komnas HAM RI Amiruddin di Jakarta, Rabu.

Merujuk pada kejadian sebelumnya, kata Amiruddin, pengadilan HAM berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, sementara saksi berada di Jayapura. Akibatnya, pada saat itu kesaksian saksi tidak maksimal karena masalah kehadiran.

Baca juga: Kasus pelanggaran HAM berat Paniai segera disidangkan

Oleh karena itu, menjelang sidang pengadilan HAM di Makassar, Komnas HAM mempertanyakan apakah pihak terkait, misalnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah menyiapkan prosedur untuk menghadirkan saksi.

"Karena yang melindungi saksi adalah kewenangan LPSK," kata dia.

Kejaksaan Agung diketahui telah melaksanakan pelimpahan berkas perkara terdakwa IS dalam perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua, tahun 2014 ke Pengadilan HAM Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar.

Baca juga: Berkas perkara tersangka perkara HAM berat Paniai dinyatakan lengkap
Baca juga: Kejagung tetapkan 1 tersangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai


Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana menjelaskan peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara hukum (de jure), dan secara fakta berada di bawah kekuasaan dan pengendalian terdakwa IS.

Terdakwa IS tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan tidak menyerahkan pelaku kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Insiden Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Saat itu, warga sipil melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.

Peristiwa tersebut mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang luka-luka.