G20 Indonesia
Bappenas: RI butuh INFF guna penuhi pendanaan SDGs menuju 2030
9 Agustus 2022 20:44 WIB
Ilustrasi - Salah satu produk buatan penyandang disabilitas dalam Pameran G20 Side Event bertajuk B20 Indonesia Digital Economy to Support SDGs di Nusa Dua, Bali, Senin (8/8/2022). ANTARA/HO-KemenkopUKM
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri PPN/ Bappenas bidang Sosial dan Pengentasan Kemiskinan Vivi Yulaswati mengatakan Indonesia membutuhkan Integrated National Financing Framework (INFF) untuk memenuhi pendanaan pembangunan berkelanjutan (SDGs) menuju 2030.
"Menurut roadmap Indonesia menuju 2030, kebutuhan untuk skenario tinggi membutuhkan biaya sekitar 4,75 triliun dolar AS dan di antaranya hanya untuk mencapai tujuan 13," ujar Vivi dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Alasan Indonesia membutuhkan INFF, menurut Vivi, jumlah dana untuk pembangunan berkelanjutan semakin besar karena adanya pandemi COVID 19 selama dua tahun ke belakang.
Kemudian, dalam Nationally Determined Contribuiton (NDC) yang telah disepakati, Indonesia juga membutuhkan pembiayaan 322 miliar dolar AS untuk memenuhi komitmen menurunkan dampak perubahan iklim. Ditambah, adanya peningkatan pembangunan rencana nasional dari yang sebelumnya 124 target menjadi 169 target.
Baca juga: Bappenas targetkan 1,8 juta orang bekerja di sektor ekonomi hijau
Menurut Kepala Sekretariat SDGs itu, INFF dapat menghadirkan solusi kerangka kerja dan mengoptimalisasi sumber pembiayaan, serta memberikan kerangka untuk mengenali dan mengatur semua potensi yang dimiliki oleh Indonesia.
"Jadi INFF memberi kita payung tidak hanya kolaborasi, tetapi juga menciptakan lebih banyak dampak untuk mencapai SDGs tepat waktu," ujar Vivi.
Saat ini, Indonesia telah mengembangkan berbagai strategi dalam INFF untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa strategi yang disusun yakni pengembangan solusi perbankan hijau untuk investasi berkelanjutan, mempercepat pasar modal, memperdalam membuka peluang pembiayaan dan reformasi kebijakan fiskal.
Selain itu, menyelaraskan dengan filantropi dan berbasis keyakinan, meningkatkan dampak mobilisasi investasi, serta keuangan campuran.
Baca juga: Bappenas: RI harus tumbuh 6 persen per tahun untuk capai Visi 2045
Baca juga: Bappenas: Perubahan iklim berpotensi rugikan ekonomi RI Rp544 triliun
"Menurut roadmap Indonesia menuju 2030, kebutuhan untuk skenario tinggi membutuhkan biaya sekitar 4,75 triliun dolar AS dan di antaranya hanya untuk mencapai tujuan 13," ujar Vivi dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Alasan Indonesia membutuhkan INFF, menurut Vivi, jumlah dana untuk pembangunan berkelanjutan semakin besar karena adanya pandemi COVID 19 selama dua tahun ke belakang.
Kemudian, dalam Nationally Determined Contribuiton (NDC) yang telah disepakati, Indonesia juga membutuhkan pembiayaan 322 miliar dolar AS untuk memenuhi komitmen menurunkan dampak perubahan iklim. Ditambah, adanya peningkatan pembangunan rencana nasional dari yang sebelumnya 124 target menjadi 169 target.
Baca juga: Bappenas targetkan 1,8 juta orang bekerja di sektor ekonomi hijau
Menurut Kepala Sekretariat SDGs itu, INFF dapat menghadirkan solusi kerangka kerja dan mengoptimalisasi sumber pembiayaan, serta memberikan kerangka untuk mengenali dan mengatur semua potensi yang dimiliki oleh Indonesia.
"Jadi INFF memberi kita payung tidak hanya kolaborasi, tetapi juga menciptakan lebih banyak dampak untuk mencapai SDGs tepat waktu," ujar Vivi.
Saat ini, Indonesia telah mengembangkan berbagai strategi dalam INFF untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Beberapa strategi yang disusun yakni pengembangan solusi perbankan hijau untuk investasi berkelanjutan, mempercepat pasar modal, memperdalam membuka peluang pembiayaan dan reformasi kebijakan fiskal.
Selain itu, menyelaraskan dengan filantropi dan berbasis keyakinan, meningkatkan dampak mobilisasi investasi, serta keuangan campuran.
Baca juga: Bappenas: RI harus tumbuh 6 persen per tahun untuk capai Visi 2045
Baca juga: Bappenas: Perubahan iklim berpotensi rugikan ekonomi RI Rp544 triliun
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022
Tags: