Tokyo (ANTARA) - Dolar memperpanjang reli terbaiknya terhadap yen sejak pertengahan Juni di perdagangan Asia pada Senin pagi, didukung oleh imbal hasil obligasi pemerintah yang lebih tinggi setelah data pekerjaan kuat AS mengangkat ekspektasi untuk pengetatan kebijakan Federal Reserve yang lebih agresif.

Greenback terakhir diperdagangkan di 0,31 persen lebih tinggi pada 135,42 yen, dan sebelumnya naik menjadi 135,585 yen, tertinggi sejak 28 Juli, setelah melonjak 1,57 persen di sesi sebelumnya, kenaikan satu hari terbesar sejak 17 Juni.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, berdiri di 106,77, dari puncak Jumat (5/8/2022) di 106,93, juga yang terkuat sejak 28 Juli.

Pedagang saat ini melihat probabilitas 73,5 persen The Fed melanjutkan laju kenaikan suku bunga 75 basis poin untuk keputusan kebijakan berikutnya pada 21 September, dari sekitar 41 persen sebelum data penggajian yang kuat secara mengejutkan pada Jumat (5/8/2022) menimbulkan kekhawatiran bahwa pertumbuhan upah akan memicu tekanan inflasi.

Fokus minggu ini adalah pada indeks harga konsumen AS yang akan dirilis Rabu (10/8/2022), dan apakah itu dapat memperkuat peluang kenaikan suku bunga berukuran super. Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan inflasi tahunan turun menjadi 8,7 persen pada Juli dari 9,1 persen sebelumnya.

"Kemungkinan akan dibutuhkan angka di bawah 8,4 persen untuk mendapatkan peluang kenaikan 50 basis poin pada September, meskipun itu tampaknya tidak mungkin," Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, menulis dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.

"Saya tidak ingin menjadi jual dolar jika IHK mencetak di atas 9,0 persen."

Imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun tetap tinggi pada 3,2628 persen di perdagangan Tokyo pada Senin pagi, setelah mencapai 3,3310 persen pada akhir pekan lalu, level yang tidak terlihat sejak pertengahan Juni.

Imbal hasil obligasi pemerintah 10-tahun berada di 2,8470 persen, mendekati tertinggi dua minggu di 2,8690 persen yang disentuh Jumat (5/8/2022).

Spread negatif antara imbal hasil dua dan 10-tahun adalah 42 basis poin, setelah mencapai 45 basis poin pada Jumat (5/8/2022), terbesar sejak Agustus 2000. Kurva imbal hasil terbalik secara luas ditafsirkan sebagai pra-kursor resesi.

Sementara itu, euro merosot 0,35 persen menjadi 1,01595 dolar AS dan sterling turun 0,19 persen menjadi 1,2050 dolar.

Pound Inggris turun serendah 1,2004 dolar pada Jumat pagi, sehari setelah bank sentral Inggris menaikkan suku bunga sebesar setengah poin seperti yang diharapkan, pada saat yang sama memperingatkan penurunan yang berlarut-larut.

"Perkiraan resesi bank sentral Inggris menopang kerentanan pound ke depan," tulis ahli strategi vasals senior Rabobank, Jane Foley dalam sebuah catatan, memprediksi sterling bisa turun ke 1,14 dolar dalam tiga bulan.

Sementara itu, dolar Australia melemah 0,06 persen menjadi 0,6907 dolar AS, sedangkan dolar Selandia Baru turun 0,19 persen menjadi 0,62315 dolar AS.