BRIN: Teknologi pengemasan tingkatkan nilai tambah makanan tradisional
5 Agustus 2022 15:51 WIB
Dokumen - Pekerja mengawasi proses pengemasan jahe di gudang Kawasan Industri Halal (KIH) Sidoarjo Safe and Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (20/7/2022). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong pemanfaatan teknologi pengemasan untuk meningkatkan nilai tambah olahan pangan termasuk makanan tradisional sehingga bisa semakin beredar di pasaran.
"Kategori yang sudah kami kembangkan selama ini, yaitu proses thermal konvensional," kata peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN Aldicky Faizal Amri dalam keterangan yang diakses di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BRIN: Peningkatan adopsi padi hibrida dukung ketahanan pangan nasional
Dalam proses pengemasan makanan dan minuman dalam kemasan, ada beberapa kategori seperti proses thermal konvensional, aseptik, proses thermal modern, dan non-thermal modern.
Aldicky menuturkan teknologi proses thermal konvensional berpusat pada pemanfaatan riset sterilisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Teknologi tersebut berfungsi untuk melindungi bahan pangan segar dan pangan olahan dari penyebab kerusakan secara fisik, kimia, dan mekanis.
Baca juga: BRIN dukung pengembangbiakan burung paruh bengkok di Cibinong
Proses termal (pemanasan) merupakan proses pengawetan makanan dengan memanfaatkan energi panas. Pemakaian panas bertujuan untuk mematikan mikroorganisme di dalam bahan makanan.
"Fungsi utamanya, untuk mempertahankan bahan dalam kondisi higienis, dan bersih, mempertahankan gizi produk yang terkemas, media informasi, dan promosi," ujarnya.
Aldicky mengatakan pengemasan adalah sistem yang terkoordinasi, untuk menyiapkan bahan atau barang menjadi siap didistribusikan, ditransportasikan, disimpan, dijual, dan dikonsumsi, sedangkan fungsi pengemasan adalah promosi, melindungi kualitas produk, estetika, dan edukasi.
Baca juga: BRIN percepat komersialisasi hasil riset dan inovasi
Selain itu, masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) termasuk industri kuliner dapat menggunakan jenis kemasan dengan sistem pengalengan. Keunggulannya adalah memiliki masa simpan yang lebih lama, namun lebih berat, dan prosesnya cukup kompleks.
"Otomatis diakomodir dengan nilai tambah yang tinggi untuk produk makanan tradisional yang dikemas dengan menggunakan kaleng," tuturnya.
Metode dan teknologi pengemasan makanan menjadikan olahan makanan menjadi awet tanpa bahan kimia.
Kombinasi teknologi pengemasan berupa pemanasan dengan suhu tertentu dan pengalengan akan menjadikan makanan lebih awet, lebih praktis dan dapat disebarkan di pasaran sehingga meningkatkan nilai tambah produk, dan diharapkan dapat menunjang perekonomian masyarakat.
"Kategori yang sudah kami kembangkan selama ini, yaitu proses thermal konvensional," kata peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN Aldicky Faizal Amri dalam keterangan yang diakses di laman resmi BRIN di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BRIN: Peningkatan adopsi padi hibrida dukung ketahanan pangan nasional
Dalam proses pengemasan makanan dan minuman dalam kemasan, ada beberapa kategori seperti proses thermal konvensional, aseptik, proses thermal modern, dan non-thermal modern.
Aldicky menuturkan teknologi proses thermal konvensional berpusat pada pemanfaatan riset sterilisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Teknologi tersebut berfungsi untuk melindungi bahan pangan segar dan pangan olahan dari penyebab kerusakan secara fisik, kimia, dan mekanis.
Baca juga: BRIN dukung pengembangbiakan burung paruh bengkok di Cibinong
Proses termal (pemanasan) merupakan proses pengawetan makanan dengan memanfaatkan energi panas. Pemakaian panas bertujuan untuk mematikan mikroorganisme di dalam bahan makanan.
"Fungsi utamanya, untuk mempertahankan bahan dalam kondisi higienis, dan bersih, mempertahankan gizi produk yang terkemas, media informasi, dan promosi," ujarnya.
Aldicky mengatakan pengemasan adalah sistem yang terkoordinasi, untuk menyiapkan bahan atau barang menjadi siap didistribusikan, ditransportasikan, disimpan, dijual, dan dikonsumsi, sedangkan fungsi pengemasan adalah promosi, melindungi kualitas produk, estetika, dan edukasi.
Baca juga: BRIN percepat komersialisasi hasil riset dan inovasi
Selain itu, masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) termasuk industri kuliner dapat menggunakan jenis kemasan dengan sistem pengalengan. Keunggulannya adalah memiliki masa simpan yang lebih lama, namun lebih berat, dan prosesnya cukup kompleks.
"Otomatis diakomodir dengan nilai tambah yang tinggi untuk produk makanan tradisional yang dikemas dengan menggunakan kaleng," tuturnya.
Metode dan teknologi pengemasan makanan menjadikan olahan makanan menjadi awet tanpa bahan kimia.
Kombinasi teknologi pengemasan berupa pemanasan dengan suhu tertentu dan pengalengan akan menjadikan makanan lebih awet, lebih praktis dan dapat disebarkan di pasaran sehingga meningkatkan nilai tambah produk, dan diharapkan dapat menunjang perekonomian masyarakat.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: