Jakarta (ANTARA) - Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Ihsanuddin menyebutkan OJK mengatur modal minimal perusahaan finansial berbasis teknologi (fintek) pembiayaan bersama atau fintech peer to peer lending menjadi Rp25 miliar dari sebelumnya Rp2,5 miliar.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

"Jadi dalam aturan tersebut kami mensyaratkan sistem elektronik yang digunakan oleh fintech peer to peer lending dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya wajib dimiliki, dikuasai, dan dikendalikan sendiri oleh mereka sehingga kalau permodalannya hanya Rp2,5 miliar, tidak akan cukup," terang Ihsan dalam Media Briefing daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Modal disetor di awal ini juga harus terbebas dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme serta tidak berasal dari pinjaman.

Baca juga: Jaksa Agung: Keterbukaan OJK dukung penegakan hukum oleh Kejaksaan Nilai Rp25 miliar tersebut berasal dari perhitungan agar perusahaan fintech peer to peer lending dapat beroperasi secara berkelanjutan dan telah didiskusikan dengan asosiasi industri.

Fintech peer to peer lending yang telah terdaftar di OJK sebelum POJK Nomor 10 Tahun 2022 diterbitkan diwajibkan memiliki ekuitas minimal Rp12,5 miliar secara bertahap.

"Fintech peer to peer lending diwajibkan memiliki ekuitas paling sedikit Rp2,5 miliar berlaku satu tahun terhitung sejak POJK ini diterbitkan," katanya.

Ekuitas tersebut diharapkan meningkat jadi Rp7,5 miliar berlaku 2 tahun terhitung sejak POJK diterbitkan dan Rp12,5 miliar berlaku 3 tahun terhitung sejak POJK diterbitkan.

Baca juga: OJK sebut SWI sudah tutup 4.089 pinjol ilegal sampai Juni 2022 Ihsan tidak khawatir aturan ini membuat pelaku fintech peer to peer lending memilih beroperasi tanpa terdaftar OJK atau ilegal, karena pada saat yang sama OJK dan pemerintah memperkuat Satgas Waspada Investasi (SWI) yang akan menutup platform pinjaman online ilegal.

"Jadi kita intensifkan SWI agar platform fintech yang ilegal bisa dibasmi, kalau bisa sampe ke akarnya. Meski tidak mudah karena aplikasi bisa dibuat setiap saat, minimal dengan penandatanganan kerjasama OJK dengan Bank Indonesia, Kemenkominfo, Kemenkop UKM, da Kepolisian RI di 2021, kita bisa lebih intens tukar menukar informasi," ujarnya.