Menperin kumpulkan asosiasi industri antisipasi gejolak ekonomi global
4 Agustus 2022 17:24 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang didampingi oleh jajaran eselon I di Kementerian Perindustrian menggelar Rapat Terbatas (Ratas) dengan para ketua Asosiasi di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (4/8/2022). ANTARA/HO-Biro Humas Kemenperin/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan pertemuan dengan sejumlah asosiasi industri untuk membahas gejolak ekonomi global dan antisipasi sektor industri dalam menghadapi kondisi tersebut.
Di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19, dunia juga menghadapi konsekuensi dari kondisi geopolitik yang salah satu akibatnya adalah ketidakpastian energi dan pangan.
“Setidaknya, terdapat tiga aspek yang perlu menjadi fokus dalam upaya peningkatan produktivitas dan daya saing industri serta antisipasi dampak perekonomian global. Yaitu, terkait situasi geopolitik, nilai tukar, serta persepsi kepercayaan industri,” kata Menperin lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sejumlah asosiasi industri yang hadir adalah Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI), Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPA Kosmetika), Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), serta Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
Selanjutnya Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), dan Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (GABEL).
Melalui pertemuan dengan asosiasi industri tersebut, Menperin berharap memperoleh input dari pelaku industri sehingga dapat merumuskan kebijakan yang tepat bagi upaya peningkatan daya saing dan produktivitas sektor industri dalam negeri, serta untuk mengantisipasi arah perkembangan ekonomi global.
Menperin menjelaskan, krisis geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina menyebabkan peningkatan harga energi serta bahan baku lainnya yang dibutuhkan sektor industri.
Situasi geopolitik lainnya juga terjadi di wilayah Laut China Timur. Kondisi tersebut mempengaruhi rantai suplai industri serta ekspor sektor manufaktur Indonesia.
Ekspor sektor manufaktur juga terpengaruh oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China.
Besarnya volume ekspor Indonesia dan negara-negara kompetitor ke China dapat berpengaruh kepada pasar domestik. Dengan kondisi perekonomian China yang sedang tidak stabil, negara-negara tersebut akan mencari pasar lain sebagai tujuan ekspor.
"Dengan kata lain, pasar global makin menciut. Hal ini bisa mempengaruhi pasar dalam negeri kita maupun pasar tujuan ekspor produk manufaktur asal Indonesia,” kata Menperin.
Sementara itu, inflasi juga menjadi perhatian, walaupun di Indonesia masih terkendali dibanding negara lain. BPS menyampaikan, inflasi bulanan pada Juli 2022 mencapai hampir 5 persen, naik pesat dibandingkan rata-rata inflasi bulanan pada 2021 yang berkisar di bawah 2 persen.
Tekanan inflasi terasa nyata di sektor manufaktur akibat harga komoditas dan energi yang naik cukup tinggi. Selain itu biaya logistik juga naik karena saat ini terjadi peningkatan harga solar untuk industri. Hal itu tentunya akan mempengaruhi daya saing sektor industri.
Terkait persepsi kepercayaan sektor industri, awal minggu ini S&P Global merilis Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2022 yang naik menjadi 51,3 dari 50,2 di bulan sebelumnya.
Menperin menyatakan, hal tersebut merupakan bukti dari kepercayaan diri, daya adaptasi, sekaligus resiliensi industri manufaktur di Indonesia.
“Selain itu, hal ini menunjukkan optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur dalam menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan,” ujar Menperin.
Baca juga: Menperin sebut PMI manufaktur ke tertinggi 3 bulan sebagai dampak P3DN
Baca juga: Menperin: Otomotif tiga negara bergairah investasi di Indonesia
Baca juga: Menperin: Industri TPT pulih, utilisasi naik menjadi 70 persen
Di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19, dunia juga menghadapi konsekuensi dari kondisi geopolitik yang salah satu akibatnya adalah ketidakpastian energi dan pangan.
“Setidaknya, terdapat tiga aspek yang perlu menjadi fokus dalam upaya peningkatan produktivitas dan daya saing industri serta antisipasi dampak perekonomian global. Yaitu, terkait situasi geopolitik, nilai tukar, serta persepsi kepercayaan industri,” kata Menperin lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sejumlah asosiasi industri yang hadir adalah Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI), Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPA Kosmetika), Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), serta Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
Selanjutnya Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), dan Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (GABEL).
Melalui pertemuan dengan asosiasi industri tersebut, Menperin berharap memperoleh input dari pelaku industri sehingga dapat merumuskan kebijakan yang tepat bagi upaya peningkatan daya saing dan produktivitas sektor industri dalam negeri, serta untuk mengantisipasi arah perkembangan ekonomi global.
Menperin menjelaskan, krisis geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina menyebabkan peningkatan harga energi serta bahan baku lainnya yang dibutuhkan sektor industri.
Situasi geopolitik lainnya juga terjadi di wilayah Laut China Timur. Kondisi tersebut mempengaruhi rantai suplai industri serta ekspor sektor manufaktur Indonesia.
Ekspor sektor manufaktur juga terpengaruh oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China.
Besarnya volume ekspor Indonesia dan negara-negara kompetitor ke China dapat berpengaruh kepada pasar domestik. Dengan kondisi perekonomian China yang sedang tidak stabil, negara-negara tersebut akan mencari pasar lain sebagai tujuan ekspor.
"Dengan kata lain, pasar global makin menciut. Hal ini bisa mempengaruhi pasar dalam negeri kita maupun pasar tujuan ekspor produk manufaktur asal Indonesia,” kata Menperin.
Sementara itu, inflasi juga menjadi perhatian, walaupun di Indonesia masih terkendali dibanding negara lain. BPS menyampaikan, inflasi bulanan pada Juli 2022 mencapai hampir 5 persen, naik pesat dibandingkan rata-rata inflasi bulanan pada 2021 yang berkisar di bawah 2 persen.
Tekanan inflasi terasa nyata di sektor manufaktur akibat harga komoditas dan energi yang naik cukup tinggi. Selain itu biaya logistik juga naik karena saat ini terjadi peningkatan harga solar untuk industri. Hal itu tentunya akan mempengaruhi daya saing sektor industri.
Terkait persepsi kepercayaan sektor industri, awal minggu ini S&P Global merilis Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2022 yang naik menjadi 51,3 dari 50,2 di bulan sebelumnya.
Menperin menyatakan, hal tersebut merupakan bukti dari kepercayaan diri, daya adaptasi, sekaligus resiliensi industri manufaktur di Indonesia.
“Selain itu, hal ini menunjukkan optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur dalam menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan,” ujar Menperin.
Baca juga: Menperin sebut PMI manufaktur ke tertinggi 3 bulan sebagai dampak P3DN
Baca juga: Menperin: Otomotif tiga negara bergairah investasi di Indonesia
Baca juga: Menperin: Industri TPT pulih, utilisasi naik menjadi 70 persen
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022
Tags: