Jakarta (ANTARA News) - Mantan Presiden BJ Habibie berharap, agar Panita Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA) DPR yang sedang bekerja untuk menyelesaikan RUU tersebut berhati-hati, terutama dalam membahas pasal-pasal mengenai partai lokal. "Jangan sampai ada kecemburuan dari daerah lain mengenai parpol lokal," kata BJ Habibie setelah menerima kunjungan pimpinan dan anggota Pansus RUU PA DPR di rumahnya di kompleks Patra Kuningan Jakarta Selatan, Rabu. RUU PA yang ditetapkan sebagai salah satu butir dalam Perundingan Damai Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, antara lain memuat pasal-pasal mengenai pembentukan partai politik lokal. Bagi sejumlah kalangan selama ini masalah partai politik lokal menjadi salah satu isu kontroversial, karena UU Parpol yang berlaku tidak memberikan ruang bagi daerah untuk membentuk parpol lokal. Habibie mengatakan, Pansus RUU PA perlu mengupayakan, agar tidak ada standar ganda dalam penyusunan UU PA sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. Dalam pertemuan dengan pimpinan dan anggota Pansus yang diketuai oleh politisi senior dari Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursidan Baldan, itu Habibie juga menyinggung soal karakteristik budaya di Aceh yang memungkinkan adanya sistem hukum khas Aceh yang selama ini diterapkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Habibie juga menyinggung soal Timor Timur (Timtim) yang memiliki sejarah yang tak bisa disamakan dengan Aceh. Timor Timur bergabung dengan Indonesia pada tahun 1970-an, sementara itu Aceh sudah sejak era kolonial sudah bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penjelasan Habibie itu secara tidak langsung merupakan jawaban atas kekhawatiran sejumlah politisi di DPR, terutama dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menilai Aceh bisa mengalami nasib seperti Timor Timur, yang lepas dari Indonesia jika Pemerintah terlalu lunak terhadap tuntutan GAM. Pansus RUU PA menemui Habibie untuk mendapatkan masukan. Ferry mengatakan, Pansus juga akan mencari masukan dari para mantan Presiden RI, yakni HM Soeharto, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Sejumlah tokoh masyarakat juga pernah memberikan masukan kepada Pansus, termasuk pejabat dari Aceh. Selain itu, Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur dan Sultan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta sempat memberikan masukan pada Pansus RUU PA, yang antara lain mengemukakan bahwa RUU PA tidak bertentangan dengan UUD '45. Para tokoh masyarakat dan ulama dari Aceh yang memberikan masukan, antara lain mengatakan bahwa tak satu pun rakyat Aceh sekarang yang menginginkan pisah dari NKRI. "Yang dibutuhkan rakyat Aceh adalah hidup damai sejahtera dan makmur," kata Fachry Ali, salah seorang putra Aceh, yang juga pengamat politik saat memberi masukan pada Pansus RUU PA. (*)