Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah melakukan dua model intervensi untuk menurunkan angka stunting, yaitu bagi ibu dan balita.

"Bapak Presiden meminta agar segera dijalankan untuk 12 provinsi agar bisa mencapai target turun ke 14 persen. Kita sudah identifikasi program intervensi spesifik, dan lima itu diarahkan ke ibunya, lima diarahkan ke bayinya," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin seusai mengikuti Rapat Kerja Percepatan Penurunan Stunting untuk 12 provinsi prioritas di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.

Pada 5 Agustus 2021, Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang berisikan strategi nasional percepatan penurunan stunting.

"Karena setelah kita lihat, untuk intervensi spesifik atau kesehatan, yang paling sensitif justru sebelum lahir, kalau dia sebelum lahir ditangani dengan baik, kemungkinan stuntingnya rendah," ungkap Budi.

Budi menyebut contoh intervensi spesifik yang akan diberikan adalah ke remaja putri dan ibu hamil agar jangan sampai kekurangan zat besi.

Baca juga: Wapres: Pemerintah fokus turunkan angka kasus stunting di 12 provinsi

Baca juga: Sri Mulyani sebut peranan APBN sangat penting turunkan angka stunting


"Jangan sampai kekurangan gizi, dan nanti akan kita ukur kadar zat besi remaja putri, kadar zat besi di ibu hamil dan gizi di ibu hamil. Baru kemudian diintervensi di level balitanya, bayinya," tambah Budi.

Setelah bayi lahir, pemerintah akan melakukan intervensi termasuk dengan memberikan makanan tambahan, kemudian bila beratnya kurang akan dikirim ke puskesmas dan diberikan susu formula.

"Kalau kemudian benar-benar stunting mesti dikirim ke RSUD agar ada benar-benar makanan bergizi tinggi yang diberikan di sana itu semuanya diukur dengan panjang bayi, jadi itu ada 11 program di intervensi spesifik yang jadi tanggung jawab kami di 12 provinsi ini," ungkap Budi.

Kepala Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan dari 12 provinsi mencakup 68 persen populasi stunting.

"Jadi ada 3,6 juta balita stunting yang hari ini berkumpul, dari 5,2 juta balita stunting se-Indonesia," kata Hasto.

Hasto juga menyebut BKKBN telah membuat program penurunan stunting yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing provinsi.

"Sebagai contoh NTB stuntingnya 37 persen, tahun 2024 kalau bisa (turun) jadi 20 persen sudah berkontribusi sangat besar untuk menuju angka 14 persen, oleh karena itu pentingnya pertemuan hari ini saya kira memastikan meyakinkan dan mendorong kepada kepala daerah 12 provinsi untuk mencapai target," ungkap Hasto.

"Stunting" adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan angka prevalensi "stunting" di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen. Pemerintah mentargetkan prevalensi stunting 14 persen pada 2024

Hasil SSGI menunjukkan 7 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 37,8 persen, Sulawesi Barat 33,8 persen, Aceh 33,2 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4 persen, Sulawesi Tenggara 30,2 persen, Kalimantan Selatan 30,0 persen, dan Kalimantan Barat 29,8 persen.

Sementara, terdapat juga lima provinsi dengan jumlah Balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat 971.792, Jawa Tengah 651.708, Jawa Timur 508.618, Sumatera Utara 347.437, dan Banten 268.158.

Rapat kerja dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Pj. Gubernur Banten Al Muktabar dan para perwakilan kepala daerah provinsi prioritas.

Baca juga: Kemenko PMK dorong pemanfaatan pangan lokal untuk cegah kekerdilan

Baca juga: Ahli gizi: Manusia butuh protein sebagai zat pembangun tubuh