Jakarta (ANTARA) - Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi (LPEM) FEB Universitas Indonesia menyebutkan peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.

Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha dalam keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Selasa, mengungkapkan bahwa setiap peningkatan ekspor CPO satu persen mampu mengerek harga TBS rerata 0,33 persen.

Oleh karena itu, menurut dia, sangat dibutuhkan banyak volume ekspor untuk mengembalikan keekonomian harga TBS petani.

“Dibutuhkan peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat supaya harga TBS petani dapat meningkat dari Rp861 per kilogram (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli 2022) menjadi Rp2.250 per kilogram," kata Eugenia.

Peningkatan ekspor tersebut sangat memungkinkan karena Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekspor CPO sebesar 211 persen. Walaupun dibutuhkan waktu tujuh tahun, yakni pada April 2014 ekspor CPO Indonesia mencapai 1,37 juta ton menjadi 4,27 juta ton pada Agustus 2021.

“Kalau kita memulai dari harga awal TBS Rp1.380 per kg, maka dengan meningkatkan ekspor 200 persen atau sekitar dua kali lipat kita bisa mencapai harga TBS yang sesuai dengan harapan petani,” katanya.

Namun Euginia menjelaskan keinginan meningkatkan ekspor sawit terkendala biaya untuk melakukan ekspor CPO yang sangat tinggi sekarang ini. Menurutnya, semakin tinggi harga CPO, semakin berat biaya yang harus ditanggung oleh eksportir CPO.

Dia menerangkan bahwa kenaikan harga CPO seharusnya memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk memperbesar volume ekspor. Namun penetapan biaya bertingkat diterapkan sesuai dengan kenaikan harga.

LPEM UI berpendapat penghapusan kebijakan seperti DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price Obligation) untuk meningkatkan volume ekspor. Solusinya , menurut Eugenia, pemerintah menjadikan pungutan ekspor dan bea keluar dapat juga dijadikan instrumen untuk mengatur volume ekspor.

“Apabila suplai CPO di dalam negeri dianggap berkurang, maka pemerintah dapat meningkatkan tarif. Sebaliknya apabila ekspor ingin diperbesar, maka tarif diturunkan. Apabila instrumen tarif dapat berfungsi dengan baik sebagai pengendali ekspor,” kata Eugenia.

Baca juga: Peneliti: Peningkatan ekspor diperlukan guna dongkrak harga TBS sawit