Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah karena tidak menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) tahun ini, namun hal itu baru menyelesaikan satu masalah dari banyaknya masalah lain yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi yang mengurangi daya saing nasional. "Penundaan kenaikan ini merupakan langkah bijaksana dari pemerintah di tengah ekonomi nasional yang macet saat ini," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan, Rachmat Gobel kepada ANTARA News, di Jakarta, Selasa, menanggapi pengumuman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunda kenaikan TDL tahun ini. Menurut dia, langkah pemerintah yang mengakomodir kepentingan berbagai pihak yang meminta TDL tidak naik memberikan optimisme khususnya di kalangan dunia usaha bahwa pemerintah sekarang mampu memahami kondisi saat ini. Oleh karena itu, Rachmat juga mengimbau kepada dunia usaha di dalam negeri agar turut membantu pemerintah dengan melakukan efisiensi guna mendongkrak daya saing nasional, karena penundaan kenaikan TDL memberi ruang yang lebih besar bagi bergeraknya ekonomi nasional. Lebih lanjut Rachmat mengatakan, penundaan kenaikan TDL tahun ini baru memecahkan satu masalah yang dihadapi dunia usaha khususnya industri di dalam negeri yang kini tengah anjlok kinerjanya akibat menurunnya permintaan pasar domestik. "Namun pemerintah juga harus tetap konsisten menciptakan iklim yang lebih kondusif lagi bagi peningkatan kinerja industri di dalam negeri yang kini tengah anjlok dan mempertimbangkan berbagai input dari dunia usaha untuk mendorong pertumbuhan pasar dalam negeri," ujar Rachmat. Oleh karena itu, Rachmat meminta pemerintah juga serius mengamankan pasar dalam negeri dari produk selundupan, serta produk yang tidak jelas mutunya melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). "Pasar domestik harus dilindungi segera, tidak hanya untuk kepentingan industri tapi juga perlindungan konsumen," ujarnya. Rachmat mengatakan, hal itu penting untuk membantu kalangan industri agar pasar dalam negeri yang besar bisa dinikmati lebih banyak oleh industri yang sudah ada sehingga kinerjanya meningkat dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. "Kita mengharapkan pemerintah mengamankan pasar dalam negeri dari produk selundupan dan produk yang tidak memenuhi standar, agar stok yang menumpuk karena permintaaan yang tidak naik bisa segera cair," kata Rachmat. Ia juga mengatakan sejumlah persoalan yang masih dihadapi industri adalah nilai tukar (kurs) yang menguat terlalu cepat, sehingga mengancam rugi kurs bagi industri yang banyak menggunakan komponen impor maupun industri yang melakukan ekspor. Rachmat sebelumnya mengharapkan pemerintah bisa melakukan stabilitas nilai tukar pada level Rp9.200 sampai Rp9.500 per dolar AS.(*)