Hiroshima (ANTARA) - Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di dua kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki, pada hari-hari penutupan Perang Dunia II hampir 77 tahun yang lalu.

Kota lainnya, Kokura, yang juga merupakan target, nasibnya beruntung karena akhirnya dapat lolos dan tidak dijadikan target. Kokura merupakan kota industri dan sekarang menjadi bagian kota Kitakyushu.

Benang merah yang mengikat Hiroshima, Nagasaki, Kokura adalah fakta bahwa ketiga kota tersebut berkembang melalui perannya dalam mendukung upaya perang Jepang.

Masing-masing kota itu memiliki sejumlah individu yang mengabdikan diri untuk mewariskan sejarah kampung halaman mereka ke generasi berikutnya agar tidak melihat tragedi terulang kembali.

Baca juga: Paus di Nagasaki desak penghapusan senjata nuklir

Selain itu, 6 Agustus 1945 menandai pertama kalinya senjata nuklir digunakan sebagai senjata penyerang dalam sejarah manusia.

Bom uranium yang dijuluki "Little Boy" dijatuhkan dari sebuah pesawat pengebom B-29 dan diledakkan di atas pusat kota Hiroshima pada pukul 08:15. Bom atom itu menghancurkan kota tersebut dan menewaskan sekitar 140.000 jiwa pada akhir 1945.

Hiroshima berkembang sebagai ibu kota militer yang memiliki berbagai macam fasilitas dan kelompok pasukan militer setelah Tentara Kekaisaran Jepang memasang Divisi ke-5 di sana selama Era Meiji (1868-1912).

Pelabuhan Ujina berfungsi sebagai pintu gerbang bagi pasukan dan sebuah pusat utama pergerakan barang-barang yang dikumpulkan dari seluruh negeri untuk dikirim ke medan perang di luar Jepang.

Menurut ringkasan hasil pertemuan di Komite Target pemerintah AS, di mana kemungkinan target bom atom dibahas saat itu, Hiroshima dinilai sebagai "depot tentara Jepang yang penting dan pelabuhan embarkasi di tengah kawasan industri perkotaan."

"Kota itu (Hiroshima) adalah target yang bagus di radar dan berdasarkan ukurannya, sebagian besar kota bisa rusak parah (akibat bom)," demikian isi dokumen ringkasan itu.

Baca juga: Paus serukan larangan senjata nuklir di dunia

Seorang profesor di Universitas Ekonomi Hiroshima, Eiji Takebayashi, mengajarkan sejarah masa perang Hiroshima dan menjadi pemandu untuk beberapa lokasi wisata yang terkait dengan periode tersebut, termasuk bekas pabrik makanan tentara, guna memikirkan peristiwa itu bersama murid-muridnya.

"Bom atom dijatuhkan di tengah arus perang. Kita harus menyoroti sejarah kota (Hiroshima) sebagai ibu kota militer agar (peristiwa bom atom) tidak terulang kembali," kata Takebayashi.

Sekarang diketahui bahwa setelah Hiroshima, Kokura adalah target berikutnya. Sebuah pesawat pengebom B-29 yang mengangkut bom plutonium mencapai langit di atas Kokura tiga hari kemudian pada 9 Agustus 1945.

Namun, visibilitas yang buruk memaksa pesawat tersebut untuk menuju target sekundernya, yakni Nagasaki.

Menurut sejarah resmi yang dikompilasikan oleh kota Kitakyushu, targetnya saat itu adalah Pabrik Persenjataan Tentara Kokura. Pabrik amunisi tersebut memproduksi senjata kecil, amunisi, dan bom balon.

Selain itu, militer AS telah menargetkan Kokura yang berada di Prefektur Fukuoka sejak tahap awal proses perencanaan pengeboman.

Kepala Museum Perdamaian kota Kitakyushu, Yukihiko Shigenobu, berpendapat bahwa strategi AS berkembang seiring waktu dari tujuan untuk menghancurkan pabrik menjadi tujuan untuk "melenyapkan kota itu sendiri."

Pada fase terakhir Perang Dunia II, Jepang mengalami serangan bom acak di kota-kota Jepang, contohnya yang terkenal adalah pengeboman Tokyo pada Maret 1945.

"Logika di balik (pengeboman) itu adalah menghancurkan keinginan untuk melanjutkan perang dengan membakar kehidupan dan mata pencaharian para non-kombatan beserta sejarah mereka. Bom atom mungkin dilihat sebagai langkah logis lanjutannya," kata Shigenobu.

Pesawat B-29 yang menuju Nagasaki melepaskan bom atom yang dijuluiki "Fat Man" pada pukul 11:02 waktu setempat. Ledakan yang mencapai 500 meter di atas tanah kota itu menewaskan sekitar 74.000 jiwa pada akhir 1945.

Kepala Museum Peringatan Perdamaian Oka Masaharu di Nagasaki, Noboru Sakiyama, mengatakan Nagasaki menjadi sasaran "mungkin karena (kota itu) dipandang makmur sebagai pelabuhan militer dan sebagai kota industri amunisi setelah Mitsubishi menempatkan pabriknya di sana".

Semua pabrik amunisi milik Mitsubishi, yang memproduksi torpedo dan kapal perang Musashi kelas Yamato, berada di Nagasaki. Kota ini juga memiliki industri pertambangan batu bara yang berkembang pesat.

"Jika pangkalan atau instalasi militer dibangun, tempat itu akan menjadi sasaran serangan pertama jika terjadi perang. Memiliki industri amunisi memang menghasilkan uang, tetapi warga yang menderita pada akhirnya," kata Sakiyama, seorang putra dari korban peristiwa bom atom Nagasaki.

Sumber: Kyodo

Baca juga: Lonceng berdentang di Hiroshima, tandai peringatan 75 tahun bom atom
Baca juga: Peringati Hiroshima, Indonesia berkomitmen untuk perdamaian dunia