Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendukung pemerintah segera merealisasikan industri nasional terkait kantong darah karena hingga saat ini Indonesia masih mengimpor kantong darah.

"Saat ini, kita masih impor kantong darah, pada kondisi tertentu, misalnya saat terjadi sesuatu atas negara eksportir, seperti bencana, maka dapat berimbas terhadap risiko ketersediaan darah untuk kebutuhan medis di Tanah Air,” kata Rieke dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Hal itu dikatakan Rieke saat melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (1/8).

Baca juga: PMI DKI pastikan persediaan darah masih 70 persen dari stok normal

Dia menilai Indonesia sangat mungkin mendirikan industri kantong darah karena memiliki potensi dalam pengembangannya.

Karena itu, Rieke mendukung Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang salah satu prioritas risetnya adalah bidang kesehatan, mengkaji secara mendalam terkait teknologi dan inovasi untuk pembangunan industri nasional kantong darah dan fraksionasi plasma darah.

Baca juga: Jakarta Utara sumbang lebih dari 4.000 kantong darah ke PMI DKI
Baca juga: PMI Jakarta Utara suplai 100-200 kantong darah untuk DKI


Dia mendukung penuh agar BUMN farmasi memulai industri kantong darah dengan melibatkan Palang Merah Indonesia (PMI) karena persoalan darah adalah persoalan kemanusiaan sehingga darah tidak boleh diperjualbelikan.

“Namun akibat kantong darah masih impor dari luar negeri, maka darah bagi kebutuhan medis di Indonesia tergolong mahal. Info dari PMI Kabupaten Bekasi, satu kantong darah kurang lebih harganya sekitar Rp100 ribu,” ujarnya.

Rieke merencanakan isu industri kantong darah dan fraksionasi plasma darah akan dikonsultasikan ke Kementerian BUMN sebagai mitra Komisi VI DPR RI.