Jakarta (ANTARA) - Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengharapkan adanya kepastian kebijakan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait lambannya penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) yang dikeluhkan kalangan nelayan.

Ketua Pelaksana Harian KNTI Dani Setiawan menyatakan saat ini banyak nelayan mengeluh tak bisa melaut akibat lambannya SIPI dan SIKPI yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sementara mereka harus memenuhi kebutuhan ekonomi.

"Jadi nelayan tidak bisa melaut karena surat izin tak keluar. Padahal jika tidak melaut maka ekonomi keluarga tidak bisa berputar. Nelayan butuh pendapatan untuk kehidupan sehari-hari,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, hal itu menjadi persoalan bagi nelayan karena tanpa surat izin maka mereka tak bisa menangkap ikan, di sisi lain jika memaksakan untuk melaut, maka bisa dianggap melakukan ilegal fishing dan ditangkap jika ada pemeriksaan.



Dikatakannya, lambannya perizinan yang dikeluarkan KKP, berawal saat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dikeluarkan 2020 dimana di dalam UU Cipta Kerja menyangkut semua aspek, termasuk aspek kelautan dan perikanan.

Guna memperjelas isi UU Cipta Kerja dikeluarkan bermacam turunan, termasuk di antaranya Peraturan Pemerintah (PP)-nya dimana di dalamnya PP terdapat peraturan yang menyatakan pemindahan sejumlah kewenangan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) ke KKP, salah satunya pengukuran kapal dan lain-lain.

“Nah, proses transisi ini membutuhkan waktu, karena menyangkut sumber daya, sistem dan sebagainya. Itu yang berdampak pada lambannya surat izin. Dan kelambanan ini harus diselesaikan agar tidak berdampak kepada nelayan,” katanya.

Selain nelayan, lanjut Dani pihak lain yang juga dirugikan dari lambannya SIPI dan SIKPI yang dikeluarkan KKP adalah pemilik kapal karena armada mereka menganggur dan hanya bisa bersandar.

"Untuk itulah, KNTI nberharap ada kepastian KKP. Sebab jika dibiarkan terlalu lama, akan berdampak pada banyak pihak, termasuk nelayan," ujarnya.

Sebelumnya Front Nelayan Bersatu (FNB) Jawa Tengah juga mengeluhkan naiknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sangat tinggi yang mengakibatkan beban nelayan meningkat di tengah penurunan harga ikan.

"Sejak awal pandemi pada 2020, harga ikan turun tajam. Namun, pungutan PNBP kapal tangkap ikan justru meningkat tajam, sesuai PP85/2021 dan Permen KP 87 tahun 2021," ujar Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Eko Susanto.

Dikatakannya, dalam Peraturan Menteri tersebut, diatur harga patokan ikan (HPI) yang baru namun tidak sesuai kondisi di lapangan saat ini.